Mohon tunggu...
Fikriyatul Falashifah
Fikriyatul Falashifah Mohon Tunggu... -

Petualang Seumur Hidup. Independen Mutlak. Koleris Sanguinis. Muslimah (amiiin)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Indonesia: Krisis Apresiasi yang Kritis

28 Juli 2016   11:58 Diperbarui: 28 Juli 2016   12:17 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masalah di negara ini sangat banyak, dan mungkin setiap pemimpin memiliki jatah untuk menyelesaikannya satu persatu. Terlepas dari kekurangan dalam pemerintahannya dan citra negatif yang kita berikan, usaha keras mereka untuk mengurangi jam tidur dan memikirkan lebih banyak hal dari kita patut diapresiasi.

Jikalau mereka memiliki kekurangan, kritiklah dengan cara yang elegan. Kritiklah dengan cara dimana kritik anda akan didengar dan menghasilkan suatu perubahan. Kritiklah di saluran yang tepat dan memang sudah disediakan untuk pengaduan agar segera ditindaklanjuti. Sebagai contoh, ketika anda berada di Kabupaten Batang, setiap jumat kliwon, Bapak Bupati Yoyok Riyo Sudibyo menggelar "Bapak Bupati Mendengar" dimana kita bisa langsung menyuarakan aspirasi kepada pemimpin. Jika ini pun tidak ditanggapi atau tanggapannya tidak memuaskan, lanjutkanlah hidup dengan pengabdian sesuai profesi anda masing-masing. Mungkin para pemimpin kita memiliki prioritas lain dan cara tersendiri, atau ada hal-hal yang tidak kita tahu dalam level kita sebagai masyarakat sipil biasa.

Jika anda banyak mengkritik dan menyuarakan hal negatif di media sosial tapi tidak menghasilkan apa-apa, anda hanya akan menghasilkan dua hal: Pertama, anda hanya akan melahirkan pesimisme kolektif dan sikap skeptis serta antipati terhadap setiap kekurangan, bukan melahirkan hasrat untuk turut memperbaiki dan tentu saja mengurangi objektivitas karena tidak menimbang dari dua arah. Yang kedua, anda hanya akan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.

Memang benar, untuk setiap perkembangan dan kemajuan akan langkah yang akan di ambil, akan selalu ada pihak yang pro dan kontra. Tidak apa. Kita butuh keduanya. Memang butuh keduanya. Kita butuh dukungan dan penyempurnaan. Tapi tolong pikirkan caranya. Apakah cara tersebut efektif dan menghasilkan perubahan, atau hanya ceracau ketidakpuasan anda saja?

Di negara maju seperti Selandia Baru, tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintahnya mendekati 70%, serta menduduki sebagai negara nomer 1 anti korupsi sedunia. Disana, masyarakat akan lebih banyak bekerja dan mengasah kreativitas diri untuk meningkatkan perekonomian (kalau di Indonesia ini disebut sektor industri kreatif/ ekonomi kreatif). Mungkin ini bisa dicontoh untuk beberapa muda-mudi Indonesia, daripada kita semua sibuk mengkritik sana-sini terhadap pemerintah padahal kita juga belum tentu tahu persis apa yang terjadi di level pemerintahan, mending kita mengabdi sesuai profesi. Menjalani hobi dan berkreasi. Membuka ruang bagi diri kita sendiri, syukur-syukur itu jadi peluang usaha yang bisa merekrut orang banyak. Bukankah lebih bermanfaat?

Kalian pernah merasakan hal ini tentunya: telah bekerja sedemikian keras tetapi tidak dihargai, digaji sedikit dan tidak sesuai dengan pengorbanan yang dikeluarkan. Bahkan mungkin difitnah sana-sini padahal kalian telah berbuat dan mengusahakan yang terbaik, tapi tetap saja ada orang yang merasa kurang atau menuntut banyak hal. Apa yang akan kalian lakukan sebagai karyawan jika menghadapi hal ini? Mungkin sebulan dua bulan kalian akan berpikir untuk resign. Apalagi pemerintah kita yang menghadapi masalah yang tidak mudah, dengan tuntutan dan hujatan yang mungkin lebih banyak daripada dukungan serta apresiasi yang diterimanya. Sebulan dua bulan dihujat dan tidak dihargai di perusahaan saja kita sudah tidak tahan dan ingin resign, menyelesaikan skripsi saja lebih dari target (termasuk saya sendiri), kok menginginkan manusia lain menjadi lebih sempurna? Think again.

Lama kelamaan, orang akan malas mengabdi di Indonesia karena lebih banyak cercaannya. Ilmuwan cerdas akan malas mengabdi di Indonesia karena minimnya apreasiasi dan ruang yang diberikan. Saya melihat dari komentar beberapa orang di kolom "manfaat kecoa", beberapa dari mereka menganggap para ilmuwan ini sinting. Dulu, sebelum ada pesawat terbang, kita menganggap transportasi udara itu khayalan dan kesintingan belaka. Lalu apa yang ada sekarang? Transportasi udara telah menghubungkan seluruh negara dan menjadi kebutuhan vital serta bermanfaat bagi umat. Gimana, masih mau berpikir kolot, tradisional, dan mental seorang penghujat? Mainmu kurang jauh, nak! Mending kita belajar menari atau mendongeng untuk adik-adik kita dirumah, itu lebih bagus, setidaknya waktu kita dan apa yang kita tuturkan baik dan bermanfaat untuk sekitar kita. Setidaknya, apa yang kita lakukan itu mendidik dan berdampak baik.

INDONESIA MEMANG KRISIS APRESIASI.

Halo anak muda Indonesia, di saat kalian sedang nongkrong, ketawa-ketiwi, nonton film dan bersenang-senang dengan rekan sebaya, bisa jadi para pemimpin kita sedang terjun ke remoted area untuk bekerja. Jika 10 atau 20 jurnal membuat kalian pusing kepala karena membacanya, para staff ahli kita sedang mencerna ratusan referensi dan mengumpulkannya menjadi satu acuan kebijakan. Sadarlah, teman-teman, yang kita lakukan dan usahakan belum seberapa. Kita masih awam dan anak bawang, jangan bersikap seperti langit dan mengobarkan permusuhan yang sengit.

Saya berpesan kepada diri sendiri dan mungkin orang-orang yang tetap positif thinking terhadap negeri ini, banyak sekali hal positif yang bisa kita gali, pelajari dan apresiasi. Saya jelas bukan orang politik dan sama sekali belum menyentuh level politik, makanya saya belum mau mengkritik karena belum punya solusi taktis serta bukan kapasitas saya. Saya masih anak bawang yang dalam penganggurannya hanya bisa membaca banyak hal dari dunia yang saya geluti dan mengambil pelajaran dari orang-orang di sekeliling saya. Mengabdilah sesuai kapasitasmu, dan jika kamu belum bisa merubah sesuatu, maka diamlah. Lakukan apa yang bisa kamu lakukan. Teruslah memperbaiki.

Jangan membenci. Amat sayang jika hidup kita, hati kita, kita habiskan untuk kebencian. Aura kebencian ini disebarkan oleh setan bukan? Akan lebih baik aura kompetisi ini kita ganti menjadi "era kolaborasi". Jika kita berkompetisi, jagal-menjagal akan sangat dimungkinkan terjadi. Tapi jika kita berkolaborasi, maka kita akan saling memperbaiki dan menuju ke arah yang sama, tujuan yang sama, demi Indonesia yang lebih baik. Sebarkan aura positif dan lebih condongkan sudut pandang kita kepada prestasi bangsa, yang membuat kita bangga menjadi bagian dari Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun