Mohon tunggu...
Humas UMKT
Humas UMKT Mohon Tunggu... Dosen - Humas

UMKT Merupakan Perguruan Tinggi Swasta No 1 di Kaltim-Kaltara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis Literasi ChatGPT

25 April 2024   10:00 Diperbarui: 25 April 2024   10:08 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abdul Halim, Ph.D (Wakil Dekan 1 FKIP UMKT)

Oleh: Abdul Halim., Ph.D 

Wakil Dekan 1 FKIP UMKT

umkt.ac.id, Samarinda - Suatu hari di kelas mahasiswa tingkat dua, saya memutuskan untuk, iseng, memberikan sedikit variasi dengan melemparkan pertanyaan sederhana kepada para mahasiswa dan pertanyaan itu harus dijawab berkelompok berdasarkan hasil diskusi. Saya berharap pertanyaan itu akan mendorong mereka untuk berinteraksi dalam kelompok dan menuangkan ide-ide mereka. Namun, yang terjadi tak sesuai dengan bayangan saya. Selama 10 menit pertama, kelompok-kelompok itu hanya diam, tanpa adanya diskusi yang berarti. Saya merasa bingung, lalu saya memperhatikan bahwa setiap anggota kelompok sibuk membuka ponsel mereka. Ternyata, mereka semua sedang menggunakan aplikasi ChatGPT untuk mencari jawaban, bukannya berdiskusi tentang konsep yang baru saja dipelajari di kelas.

Dalam era di mana ChatGPT semakin populer, mahasiswa sering kali mengandalkan mesin ini sebagai sumber ilmu mutlak. Mereka cenderung mengabaikan pentingnya pemikiran kritis karena kecenderungan untuk langsung bertanya pada ChatGPT saat dosen mengajukan pertanyaan sesederhana true or false. Namun, perlu diingat bahwa meskipun ChatGPT mampu memberikan jawaban berdasarkan database dan diolah "se-manusia" mungkin, ia hanya sebuah mesin model bahasa. Berbeda dengan mesin pencari seperti Google, ChatGPT dapat menyusun kata-kata langsung tanpa mengarahkan pengguna ke sumber lain. Kesalahpahaman terhadap esensi ChatGPT telah membawa mahasiswa pada jurang krisis literasi yang mengkhawatirkan, di mana kemampuan berpikir kritis mereka menjadi tumpul. Inilah yang membuat saya merasa judul di atas menjadi tepat.

Kemampuan ChatGPT memang luar biasa dan bisa membuat pengguna baru terkesima dengan kemampuannya dalam menjawab pertanyaan dan merespons pertanyaan atau perintah (prompt). Namun, bagi pengguna yang sudah berinteraksi lebih intens, mereka akan menemukan bahwa meskipun ChatGPT memiliki kemampuan yang luar biasa, masih terdapat kesalahan informasi yang terjadi, entah disengaja maupun tidak, oleh para insinyur di OpenAI. Salah satu kesalahpahaman yang sering terjadi adalah anggapan bahwa ChatGPT memiliki pengetahuan yang lengkap atau bahwa versi premium akan memberikan akurasi yang lebih baik, padahal hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Versi premium hanya memberikan akses ke model terbaru yang mungkin memiliki kreativitas yang lebih baik, namun tidak menjamin akurasi yang lebih tinggi secara otomatis.

Dalam konteks ini, pentingnya memiliki ambang batas pengetahuan (threshold) menjadi jelas. Mahasiswa atau pengguna harus memiliki pemahaman minimal pada bidang keilmuannya masing-masing untuk bisa menentukan apakah informasi yang diberikan oleh ChatGPT sudah benar atau sesuai dengan kebenaran umum. Misalnya, jika seorang mahasiswa telah mempelajari sebuah konsep secara mendalam dalam perkuliahan dan memiliki pemahaman yang solid tentangnya, maka ia dapat menggunakan pengetahuannya untuk mengevaluasi kebenaran jawaban yang diberikan oleh ChatGPT. Dengan memiliki ambang batas pengetahuan yang jelas, mahasiswa dapat menghindari jebakan dari kesalahan atau informasi yang tidak akurat yang mungkin diberikan oleh ChatGPT.

Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang belajar tentang teori gravitasi Newton dapat menggunakan pengetahuannya sebagai pengetahuan dasar untuk mengevaluasi jawaban yang diberikan oleh ChatGPT tentang konsep tersebut. Jika jawaban yang diberikan oleh ChatGPT tidak sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya, maka mahasiswa tersebut dapat melakukan penelusuran lebih lanjut atau meminta klarifikasi kepada dosen dan kemudian memberikan feedback kepada ChatGPT untuk memperbaiki pola pemahaman modelnya atas konsep tersebut.

Ambang batas pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa atau pengguna akan menjadi dasar evaluasi yang kuat terhadap informasi yang dihasilkan oleh ChatGPT. Dengan memiliki pemahaman yang solid tentang suatu konsep atau topik, mahasiswa dapat menggunakan ambang batas pengetahuannya untuk menilai apakah jawaban yang diberikan oleh ChatGPT konsisten dengan pengetahuan yang dimilikinya atau tidak. Ini memungkinkan mereka untuk mengasah kemampuan berpikir kritis, karena mereka harus secara aktif menganalisis dan mempertimbangkan informasi yang diberikan oleh ChatGPT sebelum menerimanya sebagai kebenaran mutlak. Oleh karena itu, data yang diterima oleh mahasiswa dari ChatGPT tidak boleh diterima mentah-mentah. Mereka harus memahami bahwa literasi dalam menggunakan teknologi seperti ChatGPT akan membawa mereka menjadi pengguna yang bijak. Ini tidak hanya akan meningkatkan kapabilitas mereka dalam memahami dan menafsirkan informasi, tetapi juga akan mengasah kemampuan berpikir kritis mereka secara keseluruhan.

Mahasiswa akan memperoleh wawasan yang lebih dalam dan pemahaman yang lebih menyeluruh tentang topik yang mereka pelajari dengan memperlakukan informasi dari ChatGPT dengan kritis. Informasi yang mereka terima tidak hanya berupa teks kosong, tetapi juga mengandung pemahaman utuh yang dapat membantu mereka dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan yang tepat di masa depan. Literasi ChatGPT tidak hanya akan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami informasi, tetapi juga akan membantu mereka menjadi pengguna teknologi yang lebih bijak dan kritis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun