Pertanyaan kritis yang harus dijawab adalah: mengapa BPS sebagai lembaga yang seharusnya independen dan profesional enggan memperbarui metodologi yang sudah terbukti usang?
Beberapa faktor dapat menjelaskan keengganan ini:
Tekanan Politik: Sebagai lembaga di bawah pemerintah, BPS tidak sepenuhnya independen dari kepentingan politik. Data kemiskinan yang rendah menguntungkan narasi keberhasilan pemerintah, terutama menjelang atau setelah pemilihan umum.
Keterbatasan Kapasitas: Memperbarui metodologi memerlukan riset mendalam, survei ulang, dan investasi besar dalam sistem data. BPS mungkin tidak memiliki kapasitas atau anggaran yang memadai untuk melakukan pembaruan komprehensif.
Resistensi Internal: Perubahan metodologi akan membuat data kemiskinan lama tidak dapat dibandingkan langsung dengan data baru. Ini akan "merusak" tren penurunan kemiskinan yang selama ini menjadi kebanggaan BPS dan pemerintah.
Kurangnya Tekanan Publik: Masyarakat umum tidak memahami detil teknis metodologi kemiskinan, sehingga kurang ada tekanan publik untuk melakukan reformasi.
Jalan Keluar: Reformasi Menyeluruh yang Tidak Bisa Ditunda
Untuk mengatasi krisis validitas data kemiskinan Indonesia, diperlukan reformasi menyeluruh yang tidak bisa ditunda lagi:
1. Pembaruan Metodologi Komprehensif
BPS harus segera memperbarui metodologi CBN dengan:
- Menyesuaikan proporsi makanan dan non-makanan berdasarkan pola konsumsi terkini
- Memasukkan kebutuhan modern seperti internet, transportasi, dan makanan jadi
- Mengadopsi pendekatan multi-dimensi yang menggabungkan data pendapatan dan pengeluaran
2. Garis Kemiskinan Regional yang Realistis