Mohon tunggu...
Fajar Bagus Permana
Fajar Bagus Permana Mohon Tunggu... Freelance, Blogger, Youtuber, Translator Indonesia English -

Salah satu benda bernyawa di kolong langit yang sedang mencoba kembali berdiri.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia Diciptakan untuk Mencinta

5 Desember 2018   16:58 Diperbarui: 5 Desember 2018   17:13 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.islamicity.org/11298/man-is-created-to-love/

Manusia, dengan cinta yang ada di dalamnya, terlahir untuk mencintai. Mereka diciptakan hanya untuk menjadi makhluk yang penuh kasih. Sedangkan kebencian, di sisi lain, merupakan hal yang asing bagi manusia. Manusia harus melawan dirinya sendiri hanya untuk belajar membenci. Untuk mencintai dan menjadi orang yang mengasihi adalah kewajaran bagi manusia. Sedangkan untuk membenci dan menjadi orang yang penuh dendam adalah kelainan bagi manusia.

Karena itulah dalam bahasa Arab, kata-kata 'benci' (kariha) dan 'kebencian' (kurh dan karahiyyah) berasal dari akar kata yang sama dengan kata 'akraha' dan 'ikrah' yang masing-masingnya berarti 'memaksa atau menekan' dan 'tekanan'. Pesan yang dimaksud untuk disampaikan adalah bahwa untuk menjadi seorang pembenci, seseorang harus melawan dirinya sendiri, dan memaksakan pada dirinya sendiri sesuatu yang tidak sesuai dengan sifat dan karakter surgawinya. Memang, membenci adalah salah satu tindak ketidakadilan terbesar yang bisa dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri.

Menurut pandangan dunia Islam tentang Tauhid (keesaan Allah), hidup adalah seluruhnya tentang cinta, bersamaan dengan terus menggali dan memegang teguh makna luar biasa dan potensi besar yang ada di dalamnya. Allah Yang Maha Kuasa, Maha Mengasihi dan Penyayang. Segala bentuk dan intensitas kasih sayang di seluruh alam kehidupan adalah karena Dia semata, Tuhan yang Pengasih, Master dan Pemelihara, yang secara terus menerus tanpa putus memberikan kasih-Nya yang tak terbatas kepada seluruh ciptaan-Nya.

Nabi Muhammad (SAW) pernah mengatakan bahwa pada Hari Kebangkitan, setiap orang akan bersamanya yang orang-orang yang dicintainya (Sahih al-Bukhari). Dia juga mengatakan bahwa cinta manusia terhadap sesuatu itu begitu dominan sehingga membuat mereka menjadi buta dan tuli (Sunan Abi Dawud).

Tak diragukan lagi bahwa untuk menjadi seorang Muslim sejati itu berarti mencintai dan dicintai. Seluruh hidup ini hanyalah urusan soal cinta, baik dalam lingkup fisik maupun metafisik. Ketika mereka memulai perjalanan ontologisnya dalam mengalami dan menikmati kebenaran -- merasakan dan mengidentifikasi diri mereka di dalam inti kebenaran itu sendiri -- seorang beriman sejati akan selalu menunjukkan, juga mengintensifkan, sentimen dan perasaan dahsyat yang disebut cinta. Mereka melakukannya untuk siapa pun dan apa pun dalam posisinya untuk mendukung atau menambahkan rasa, makna, kebahagiaan atau dorongan ekstra terhadap apapun yang mereka hargai.

Manifestasi cinta yang paling sejati dalam diri seseorang adalah bahwa jika ia bisa mengidentifikasikan dirinya dengan sebab transenden yang besar dari dirinya sendiri dan kesatuan dari dirinya dan sebab itu kepada tujuan dan rencana hidupnya, tanpa ragu-ragu dalam memperjuangkan makna, cara, dan ekspresi cinta yang tak terbatas. Ini karena kebenaran dan jalan kebenaran itu tidak terbatas dan tidak pernah habis. Cinta manusia kepada kebenaran juga seharusnya tanpa batas dan tak ada habisnya.

Mengingat bahwa cinta itu abadi dan dahsyat, sehingga hal-hal yang sifatnya sementara maupun yang bersifat buruk tidak akan bisa dicintai dengan tulus. Cinta juga tidak dapat terputus-putus, dalam arti bahwa seseorang, atau sesuatu, dicintai pada suatu waktu, tetapi kemudian tidak disukai, atau bahkan dibenci, di waktu yang lain. Cinta harus tak pernah habis, berkelanjutan dan terus berkembang. Tidak terikat oleh ruang dan waktu, kondisi yang kaku, atau ketentuan dan kode. Hal ini mengerucut kepada mencintai Allah dengan segala hal yang kita miliki: hati, pikiran dan jiwa kita. Kemudian diikuti dengan mencintai Nabi Muhammad (SAW) dan kebenaran dalam seluruh perbuatannya. Sedangkan orang dan hal lainnya cukup dipuja dan dicintai secara proporsional sejauh afiliasi mereka dengan sebab yang pertama, yang pada akhirnya membuka setiap nilai dan berarti segalanya di kedua dunia (dunia and akhirat) bagi seorang yang beriman.

Manusia biasanya menumbuhkan sebagian besar rasa kasih sayang dan cinta untuk orang, hal dan peristiwa yang berarti sangat besar bagi mereka dan kepentingan hidup mereka. Semakin signifikan dan pentingnya seseorang, sesuatu, atau peristiwa, semakin banyak pula rasa kasih sayang dan cinta yang tumbuh di sana. Tetapi bagi setiap Muslim sejati, tidak ada yang lebih penting dan lebih dicintai daripada Allah SWT, Nabi Muhammad (SAW) dan perjuangan tanpa henti beliau di jalan kebenaran. Segala sesuatu selain dari itu datang belakangan, secara langsung atau tidak langsung memimpin, dan pada saat yang bersamaan memainkan perannya di tempat kedua, setelah yang pertama. Mencintai mereka dikondisikan oleh cara dan kekuatan dari hubungan mereka dengan sebab yang pertama. Dengan demikian, nafsu, kesombongan dan keserakahan, atau pergaulan, kenalan dan kasih sayang yang dangkal, tidak akan ada satupun yang bisa memenuhi syarat untuk disebut sebagai cinta. Dalam konteks ini, bentuk tertentu dari kebencian - seperti kebencian akan tindakan atau skema jahat dan tidak bermoral - adalah, dalam kenyataannya, sebuah manifestasi yang tidak disengaja, atau impuls, dari cinta sejati.

Nabi Muhammad (SAW) bersabda: Tidak ada seorang pun dari kamu yang akan percaya jika aku menyayangi umatku lebih daripada ayahnya, putranya, dirinya sendiri dan seluruh manusia (Sahih al-Bukhari).

Kemudian: Jika seseorang memiliki tiga kualifikasi, maka ia akan merasakan manisnya iman: Yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih berharga baginya daripada apapun, bahwa ia mencintai orang lain semata-mata hanya demi Allah, dan bahwa ia benci jatuh ke dalam kekufuran sebesar dia benci jika dirinya akan dilemparkan ke dalam api (Sahih al-Bukhari; Sahih Muslim).

Orang beriman mencintai karena imannya, dan karena Allah, Pencipta dan Tuhannya, mengasihinya juga. Ketika dia mencintai orang lain, hal dan peristiwa, dia mencintai mereka hanya karena dan dalam nama Allah semata, bahwa mereka semua ada hanya karena rahmat dan cinta dari Allah. Mereka adalah objek cinta yang maha dahsyat. Sebagai bentuk timbal baliknya, mereka mencintai dan dicintai oleh Allah Yang Maha Kuasa. Seluruh proses berlangsung hanya demi Allah semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun