Mohon tunggu...
Fais Yonas Boa
Fais Yonas Boa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Peneliti

Aksara, Kopi dan kepolosan Semesta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menilik Hukuman Bharada E: Dihukum atau Dibebaskan?

22 Agustus 2022   19:37 Diperbarui: 22 Agustus 2022   19:38 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peluang Hukuman

Pasal Pembunuhan 338 jelas mengatur bahwa seseorang yang merenggut nyawa orang lain dihukum maksimal penjara selama 15 tahun. Hal ini berarti Bharada E berpotensi dihukum maksimal 15 tahun penjara. Nah, bagaimana jika merenggut nyawa seseorang atas perintah jabatan? Terkait pertanyaan ini kita perlu mengacu pada KUHP selaku sumber utama hukum pidana.

Dalam hal kekebalan pidana atas perintah jabatan dapat dilihat pada Pasal 51 ayat (1) KUHP: Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana. Dengan merujuk pada pasal 51 KUHP, maka kita akan semakin paham bahwa setiap perbuatan hukum yang dilakukan atas perintah atasan/jabatan; tidak boleh dipidana.

Kalau saja dalam kasus Bharada E sepenuhnya berpijak pada sangkaan PEMBUNUHAN ATAS PERINTAH JABATAN, maka hukumannya diringankan atau bahkan dapat bebas dari hukuman. Namun demikian, jangan lupa bahwa ada pasal sangkaan lain yang juga berkaitan langsung yakni Pasal membantu kejahatan. Pasal inilah yang bisa saja tetap menggiring Bharada E ke penjara, meskipun hukumannya tidak seberat tuntutannya.

Selain soal pasal sangkaan di atas, kita juga perlu mendalami posisi Bharada E sebagai Justice Collabolator. Apa itu justice collabolator? Di dalam peraturan perundang-undangan negara kita tidak ditemukan istilah justice collabolator. Akan tetapi, istilah ini dapat kita temukan padanan maknanya di dalam UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (UU PSK).

Pasal 1 angka 2 UU PSK tersebut mengatur: Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama. Dapat kita pahami bahwa yang disebut justice collaborator adalah saksi pelaku (tersangka, terdakwa atau terpidana) yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap masalah hukum yang dilakukannya.

Dengan demikian, Bharada E selaku saksi pelaku (tersangka) dalam kasus pembunuhan Brigadir J bekerja sama dengan penegak hukum (Kepolisian) untuk mengungkap perkara ini secara terang benderang. Terkait justice collaborator, ada imbalan keringan hukuman baginya. Wajar memang, karena apa yang dilakukannya dapat sangat membantu penegak hukum dalam pengembangan suatu kasus. Sebagimana dalam pendalaman kasus kematian Brigadir J.

Terkait peringanan hukuman bagi saksi pelaku selaku justice collaborator dapat dilihat pada Pasal 10A ayat (1), (3) dan (4) UU PSK:

(1) Saksi Pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.

(3) Penghargaan atas kesaksian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. keringanan penjatuhan pidana; atau
b. pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana.

(4) Untuk memperoleh penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya kepada hakim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun