Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nikah Beda Agama, antara Tren dan Syariat

20 Januari 2020   05:21 Diperbarui: 20 Januari 2020   05:38 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut al-Hanafi, "Maka sudah seharusnya mengawini wanita harbiyyah itu dilarang, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah: "... saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya." (QS. al-Mujadalah: 221) sebab, wanita Ahlul Harbi adalah wanita yang berada di suatu batas/garis yang bukan garis kita. (Lihat: Ahkam al-Qur'an, Jilid: 2, Hlm: 397-398).

Hal ini juga diperkuat oleh firman Allah:

"Sesunguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang paling zalim."(QS. Al-Mumtahanah: 9).

Adakah persahabatan yang lebih akrab dengan mereka daripada mengadakan perkawinan dengan mereka dan menjadikan wanita mereka sebagai bagian dari keluarga, bahkan menjadikannya tiang utama dalam keluarga (baca: rumah tangga) ?.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pada zaman kita ini sebaiknya tidak boleh seorang muslim mengawini wanita Yahudi, selama peperangan antara kita dan lsrael masih tetap berlangsung. Tidak ada artinya membedakan Yahudi dengan Zionisme, karena dalam kenyataanya setiap orang Yahudi adalah Zionis, sebab pemikiran dan jiwa Zionisme bersumber pada Taurat dengan segala tambahan dan syarahnya beserta Talmud, dan setiap wanita Yahudi -secara ruhiyyah- adalah tentara bagi pasukan Israel.

4. Di balik perkawinan dengan wanita Ahli Kitab itu tidak terdapat fitnah atau madharat yang diperkirakan pasti terjadi atau diduga kuat akan terjadi. Sebab, penggunaan yang mubah-mubah itu semuanya terikat (disyaratkan tidak adanya madharat/dampak negatif). Apabila kelihatan bahwa dalam pelaksanaannya itu dapat menimbulkan madharat bagi umum, maka ia terlarang secara umum, dan bila menimbulkan madharat secara khusus dalam artian pada orang atau kondisi tertentu, maka ia juga terlarang untuk orang atau kondisi tertentu. Dan makin besar bahayanya maka makin kuat larangan dan keharamannya. Nabi saw. bersabda:

"Tidak boleh merugikan kepada orang lain dan tidak boleh merugikan diri sendiri." (HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan Ubadah)

Hadits di atas menggambarkan suatu kaidah syar'iyyah yang qath'i/tegas dan merupakan hadits ahad. Dari segi makna ia diambil dari nash dan hukum juz'iyyah/parsial yang banyak jumlahnya dari al-Qur'an dan as-Sunnah, sehingga meyakinkan dan qath'i sifatnya.

Karena ini, kekuasaan pemimpin agama sangat dominan dalam memberikan qaid (batasan atau ketentuan) terhadap sebagian perkara yang mubah apabila penggunaannya secara mutlak dapat menimbulkan madharat/dampak negatif tertentu.

Madharat-madharat yang dikhawatirkan akan terjadi karena mengawini wanita Ahli Kitab ini dapat terwujud dalam berbagai bentuk, antara lain:

a. Menjadi tersebar/berkembang kebiasaan kawin dengan wanita nonmuslimah, sedangkan wanita-wanita muslimah yang lebih layak kawin terkesampingkan. Hal ini terjadi karena biasanya jumlah kaum wanita sebanding dengan jumlah kaum laki-laki atau lebih banyak, dan sudah barang tentu jumlah mereka yang layak kawin lebih besar daripada jumlah laki-lakinya. Apabila kawin dengan wanita bukan muslimah itu sudah menjadi trend masyarakat dan ditolerir begitu saja, maka sebanyak itu pulalah wanita-wanita muslimah terhalang untuk kawin, lebih-lebih pada zaman kita ini poligami sudah jarang terjadi bahkan dianggap ganjil, sedang wanita muslimah tidak boleh kawin kecuali dengan lelaki muslim. Karena itu, tidak ada jalan untuk memecahkan ketimpangan ini melainkan dengan menutup pintu perkawinan dengan wanita nonIslam apabila hal itu dapat menimbulkan kerugian bagi wanita Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun