"Hei nak, kamu kenapa?"
"Eh, tidak apa-apa pak. Bapak bisa mengantarkan saya ke rumahnya?", bapak itu membuyarkan lamunan Ali.
"Ayo nak, kebetulan bapak juga mau kesana", ajak bapak itu.
Selama perjalanan Ali hanya bisa diam, butiran air menetes dari ujung matanya. Jika benar orang yang diceritakan oleh bapak tadi adalah orang yang mengirimi Ali kotak kado, maka Ali sudah benar-benar terlambat. Karena Ali belum sempat menanyakan tentang kisah masa kecilnya. Dan, ucapan bapak tersebut memang benar. Orang yang meninggal di depannya itu adalah Sarah. Orang yang mengirimi dia dua kotak kado.
***
Pusara itu terlihat dipenuhi oleh bunga-bunga yang masih segar. Terlihat seorang pemuda dan seorang nenek sedang duduk di samping pusara itu. Ali dan Mbah Ijah. Mata Ali masih terlihat merah karena tak kuasa menahan tangis karena kepergian teman masa kecilnya. Siapa juga yang akan menyangka bahwa orang yang waktu kecil sering bermain dengan kita akan pergi jauh meninggalkan kita. Dan hal ini yang sedang dialami oleh Ali. Orang-orang yang mengantar Sarah sudah pulang dari tadi, namun Ali dan Mbah Ijah masih bertahan disana.
"Ali", Mbah Ijah membuka perbincangan.
"Iya nek", Ali menoleh ke Mbah Ijah.
"Terima kasih sudah mau mengantarkan Sarah ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Mbah tidak menyangka kamu akan datang. Mbah sering mendengarkan Sarah bercerita tentang kamu", Ali masih khusyu' mendengarkan "Sarah sering bercerita bahwa kamu dulu sering bermain dengan Sarah waktu masih di sekolah madrasah. Mbah juga masih tidak menyangka bahwa sosok Ali yang dimaksud oleh Sarah adalah kamu"
Mbah Ijah diam. Tidak melanjutkan ceritanya lagi. Ali yang sejak tadi memandang Mbah Ijah beralih memandang lagi pusara Sarah.
"Oh iya Ali, apakah kamu mau tinggal dengan Mbah? Barangkali kamu mau menemani mbah di rumah"