Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Identifikasi Semar sebagai Analogi Sem bin Nuh (Bagian 2)

26 Juli 2020   20:31 Diperbarui: 26 Juli 2020   20:52 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yama dan Semar. (sumber: pinterest.com/vasivasishta26 dan foto Crisco 1492 - telah diedit sesuai kebutuhan)

Dikisahkan, bahwa pada suatu hari Yima duduk di atas singgasana bertabur permata , dan para daeva yang melayaninya mengangkat tahtanya ke udara dan ia terbang di langit. Rakyatnya, dan semua bangsa di dunia, kagum dan memujinya.

Jamshid juga dikatakan memiliki cangkir tujuh cincin ajaib "Jam-e Jam" yang diisi dengan ramuan keabadian dan memungkinkannya dapat mengamati alam semesta. 

Dalam riwayat Persia [tr. Christensen, 1918-34, II, hlm. 60-67], terdapat kisah tentang Jamsid ketika dipanggil ke hadapan Allah sendiri dan diberi kekuasaan sebagai raja atas dunia dengan tanda kebesaran: cincin segel, takhta, dan mahkota. Kembali ke bumi, ia turun Gunung Alborz, dan orang-orang yang melihat ke arah itu dikatakan telah melihat dua matahari, salah satunya adalah Jamsid.

Sejak hari itu, sebagai manusia abadi, Jamsid memproklamirkan dirinya sebagai raja alam semesta tepat pada hari tahun Baru. Mitos ini kemudian dilestarikan dalam tradisi yang mengaitkan Jamshid dengan festival Hari Tahun Baru (Nowruz).

Di kerajaan Kushan, Yima mencapai status ilahi dan muncul sebagai dewa Iamso pada koin [Frantz Grenet, hlm. 253-58], dengan nama "Yam-so" (Sims-Williams, 1997 -98, hlm. 196-97; 2000, p. 194). Frantz Grenet menyarankan - so mungkin merupakan bentuk sampingan dari sao yang artinya "raja". Dalam representasi koin, Iamso memegang seekor burung., yang diidentifikasi dalam Avestan dengan nama Warahna atau Warahran.

Dosa Yima dan hilangnya keberuntungan Ilahi-nya

Dalam mitologinya, kesombongan Jamshid atau Yima dikisahkan tumbuh seiring waktu, ketika ia mulai lupa bahwa semua yang dimilikinya adalah berkat dari Tuhan. Dia membual kepada orang-orangnya bahwa semua hal baik yang mereka miliki berasal darinya sendiri, dan menuntut agar dia harus diberi kehormatan ilahi, seolah-olah dia adalah Pencipta.

Menurut Avesta, keberuntungan ilahi meninggalkannya karena dosa tertentu, dan, menurut sumber-sumber kemudian, ia harus melepaskan tahtanya dan pergi ke pengasingan. Karena tidak lagi abadi, dia dibunuh dengan cara dibelah. 

Dalam Yasht 19.30-34, digambarkan "keberuntungan ilahi"-nya (hvarena atau khwarenah) meninggalkan Yima dalam bentuk "burung Varahna" ketika dia mengucapkan "kata bohong atau menipu". 

Menurut Rivayat Pahlavi (Dadestan i denig 38.19-21), dosa Jam adalah menolak tawaran Ahura Mazda terkait "daena" (status kenabian). Kebohongan lainnya adalah bahwa ia telah memproklamirkan dirinya pencipta dunia. Karena dosa ini, ia dikurung di Neraka. 

Ketika Zarathustra bertanya tentang pendosa terburuk, Ohrmazd (Ahura Masda) memanggil jiwa Yima dan menunjukkannya kepadanya. 

Namun, Yima telah melakukan beberapa hal baik, sehingga ketika jiwa Yima bertobat dan bersedia menerima "daena" ia diampuni dan diizinkan untuk pergi ke hamestagan (tempat mereka yang perbuatan baik dan jahatnya memiliki bobot yang sama), di mana ia menjadi penguasa [Christensen, 1918-34 , II, hlm. 76].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun