Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (31/Masuk Bag:6/ Jika Mendegus, Itu Bukan Cinta)

8 Juni 2020   20:42 Diperbarui: 8 Juni 2020   21:09 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu

 Tanpa sadar, setetes air mata bergulir lambat dari sepasang mata Pak Hapri. Kalau saja semua ini kumiliki saat mereka masih ada, kata hatinya seraya membayangkan wajah kedua orang tuanya. 

Tanpa sadar, kekayaannya yang melimpah ruah menyeret perasaannya kepada masa lalu yang getir dan penuh luka. Dan rumah papan tua ini menyimpan semua kisah derita pun kisah bahagia yang nyaris berupa mimpi dalam cerita indah  Karya pendongeng Denmark, Hans Christian Andersen. 

 Pak Hapri lalu melangkah ke kamarnya, membungkuk kemudian mengangkat sebuah karpet tebal yang digelar di atas lantai, tepat dibawah tempat tidur serta seperangkat perkakas kamar. Dibawah karpet itu ada sebuah ruangan kecil berukuran 2 X 1.5 meter persegi. Semua tetangganya tahu, bahwa ia telah memindahkan kuburan orang tuanya di ruangan kecil itu. 

Tapi, tak seorangpun tahu bahwa dibawah kotak berisi tulang belulang arwah orang tuanya itu, ada sebuah pintu rahasia menuju ke sebuah bunker tua. Bunker yang ada sejak zaman purbakala dan dibangun oleh orang-orang yang bukan penduduk bumi. 

Mereka datang lewat alur waktu dari dimensi yang berlainan dengan alam manusia dan peradabannya lebih maju dari manusia purbakala di zaman itu. Merekalah mahluk atau manusia Ventira. namun, apa tujuan mereka menimbun bunker-bunker berisi harta benda bernilai puluhan triliun itu? Mengapa pula mereka meninggalkannya di kehidupan manusia bumi yang merupakan alam lain bagi mereka? 

                                         ****

Bagian Enam : Jika Mendengus, Itu Bukan Cinta

 Rombongan Tim Ekspedisi Ventira hampir tiba dirumah Pak Subhan.  Jalan perkebunan yang menurun dan ada beberapa lokasi dengan keadaannya yang  lumayan terjal membuat Eva dan Baim sempat terperosok. Sementara matahari sedikit bergeser dari atas kepala. Itu tandanya sudah jam satu lewat beberapa menit. Itu dipastikan ketika Burhan melongok kecil kearah jam tangannya.

 Rata-rata kaos mereka basah oleh keringat, kecuali Pak Subhan. Ini jalan sehari-hari baginya. Tapi tokh,  tak urung ia sedikit ngos-ngosan juga. Pria bertutur lembut meski berwajah sangar ini sesekali nampak melihat kea rah beberapa pohon kelapa yang mereka lewati, hingga akhirnya ia bersuara.

 "Jika ada yang ingin minum air kelapa muda, saya akan mengambilkan," tawarnya.

 "Wah, mau! Mau, pak! Pekik Eva dan Raiva kompak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun