Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Menulis gaya hidup dan humaniora dengan topik favorit; buku, literasi, seputar neurosains dan pelatihan kognitif, serta parenting.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

[Resensi Buku] Rekayasa Sosial: Reformasi atau Revolusi?

1 Mei 2019   19:29 Diperbarui: 5 Agustus 2019   23:28 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan cuma fiksi yang asik, buku non fiksi juga seru. Terutama ketika anda mendapatkan buku non-fiksi yang penulisannya mengalir. Terutama kalau buku itu menguraikan persoalan-persoalan yang sering anda pertanyakan seperti pertanyaan yang tertera di ilustrasi gambar di atas. Terutama, kalau buku itu memotret realitas sosial dengan begitu gamblang. Dan terutama, bila setelah selesai membacanya, anda bergegas ingin menulis dan meracuni orang-orang agar segera membacanya.

Seperti itulah kira-kira yang saya alami setelah membaca buku yang satu ini. Berawal dari concern-nya terhadap reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1999 dan digadang sebagai tonggak perubahan sosial di Indonesia. Sang penulis menguraikan sejumlah ulasan mengenai perubahan sosial tersebut yang menurutnya baru bisa terjadi apabila ada perubahan pola pikir masyarakat yang selama ini sering terjebak di dalam kesimpulan logika yang keliru. Karenanya secara menarik buku ini diawali dengan berbagai contoh kesalahan berpikir atau logical fallacy. Sebuah awal yang membuat saya tidak bisa berhenti melepaskan buku ini. Berbagai contoh dan uraian sang penulis terasa masih sangat relevan dengan apa yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini.

Menurut sang penulis mustahil ada perubahan ke arah yang baik bila masyarakat masih terjebak dalam kesalahan-kesalahan berpikir tersebut. Terutama sekali karena selama masa orde baru, terjadi apa yang disebut penulis dengan pengacauan intelektual yang intensif. Yakni unsur-unsur manipulasi data, fakta dan narasi sejarah yang sengaja dilakukan rezim saat itu secara terus-menerus sehingga masyarakat percaya dan mengikis daya nalar mereka. Secara sederhana bila saat ini kita mengenal kata hoaks, maka ini bukan hal yang baru. Rezim masa orde baru melakukan begitu banyak hoaks tanpa disadari masyarakat.

Selain membahas tentang kesalahan berpikir, buku ini juga mengungkap makna rekayasa sosial dengan membedah proses perubahan sosial, mulai dari faktor-faktor yang mendukung perubahan tersebut, siapa saja agen-agen perubahan sosial, durasi atau berapa lama sebuah perubahan sosial bisa terjadi dan dampak dari perubahan sosial tersebut.

Pada bab lainnya, penulis juga memaparkan proses perubahan sosial dari tataran ide, tokoh-tokoh besar yang menimbulkan perubahan itu dan sejauh mana pergerakan-gerakan di masyarakat bisa menimbulkan perubahan sosial.

Hal menarik berikutnya yang saya dapatkan dari buku ini adalah bahasan tentang Homo Orbaicus. Sebuah metafora bagi perilaku dan kepribadian masyarakat dan pemerintah Indonesia pasca-Orde Baru (Orba). Di mana, walaupun Orba sudah jatuh, namun masyarakat masih terjangkit 'virus' perilaku Orba yang menggunakan prinsip double standard (standar ganda), baik dari perkataan maupun perbuatan. 

Metafora yang masih relevan untuk menggambarkan realitas perilaku masyarakat dan pejabat sampai saat ini. Serapi apapun sebuah rekayasa sosial itu direncanakan, bila masih banyak elit-elit homo Orbaicus yang menunggangi pergerakan maka dipastikan perubahan itu tidak akan berdampak besar dan menyeluruh.

Terakhir sesuai dengan judulnya, ada ulasan mengenai reformasi dan revolusi. Disini penulis seperti sedang menggugat reformasi yang terjadi di tahun 1999 sebagai sebuah rekayasa sosial yang tidak cukup berhasil membawa perubahan seperti yang diharapkan. Reformasi dianggap terlalu lamban. Sementara ketika tokoh-tokoh reformasi ditawarkan tentang revolusi, ada ketakutan akan kedahsyatan revolusi yang dalam sejarah identik dengan darah yang tumpah, adegan kekerasan dan momok yang mengerikan.

Pada akhirnya saya harus mengatakan bahwa buku yang sangat elaboratif ini patut dan layak dibaca oleh mereka yang mempelajari ilmu sosial dan politik serta para influencer yang ingin memahami upaya perubahan sosial di masyarakat.

Judul Buku          : Rekayasa Sosial - Reformasi Atau Revolusi?

Penulis                 : Jalaludin Rakhmat

Penerbit              : Rosdakarya Bandung

Tahun Terbit    : 1999

Tebal                   : 215 hal

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun