Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita untuk Anak] Dua Sahabat dan Peri Kabut

19 Januari 2020   20:45 Diperbarui: 19 Januari 2020   20:53 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Maaf, karena aku kita terjebak di sini," ujar Kevin. "Aku tak menyangka bisa tenggelam. Padahal aku pandai berenang," sambungnya dengan wajah terlihat kusut.

"Tak perlu meminta maaf. Itulah gunanya sahabat. Baik buruk dijalani sama-sama," hibur Dean sambil menepuk pundak temannya.

Kevin balas menepuk dan berkata, "Aku heran. Kau nekat meloncat ke air. Padahal tak bisa berenang."

Dean tersenyum.

"Memang aneh. Lebih aneh ketika kita sudah berada di sini. Mungkin kita sudah berbuat dosa tanpa disengaja," ujar Dean.

Seekor burung hantu mengintai dari balik pepohonan. Dia mengeluarkan suara aneh. Kabut-kabut putih berubah hitam pekat. Kevin terkesiap. Rasa takutnya kembali datang melihat kabut mulai menyatu, lalu bergulung-gulung dan berubah menjadi badai. Kevin menarik tangan temannya. Mereka bersembunyi dibalik batu besar.

Badai kabut mulai menampakkan amarah. Ia berputar-putar dan mencabuti semua pepohonan yang dilaluinya. Pohon bertumbangan. Batu beterbangan. Makin lama badai kabut itu makin mengganas.

Tempat perlindungan Kevin dan Dean tidak terlalu aman. Tubuh Dean sempat terpental ketika coba menghindari batu besar yang datang tiba-tiba. Ia terjerembab di tanah yang lebih rendah. Kevin tak bisa berbuat apa-apa. Keduanya merasa tak akan selamat lagi kali ini. Ketika badai mulai mengarah pada mereka, kedua sahabat itu terduduk lemah. Tak ada lagi yang bisa mereka lakukan, selain berdoa.

"Ya Tuhan, aku menyesal membuang kompas milik Dean. Andai kompas itu ada pada kami, mungkin kami bisa menemukan jalan pulang," sesal Kevin sambil menoleh pada Dean yang juga berdoa dengan khusyuk.

"Ya Tuhan, aku menyesal melempari induk burung itu, hingga sayapnya patah dan tak bisa kembali ke sarang. Andai aku tak melemparinya, mungkin kami tidak akan tersesat di hutan ini. Maafkan aku, Tuhan. Selamatkan temanku. Sesungguhnya dia anak yang baik. Aamiin." Dean menutup doanya  sambil bertahan dengan memegang erat tumbuhan menjalar.

Badai kabut semakin mendekat, dengan bertahan pada sebuah batu yang tertancap dalam di tanah, Kevin juga mengakhiri doanya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun