Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tumbal Proyek

21 September 2019   14:16 Diperbarui: 21 September 2019   14:20 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (sumber: Flickr, Atomic Indy)

"Aki Sanca, tunggu!"

Orang tua ini tak menoleh dan terus berjalan. Dimin ikuti langkahnya hingga ke rumah. Ia tak ingin urusan ini tertunda. Karenanya ia perlu bicara.

"Maaf, Ki. Aki tidak bisa membatalkan secara sepihak. Semua sudah tandatangan. Tinggal Aki yang belum terima uangnya. Ini saya bawakan. Barangkali Aki merasa tidak nyaman menerima uang di rumah Kang Dayat."

"Bawa kembali uang itu. Saya sudah merobek surat perjanjiannya. Silakan keluar."

"Begini Ki.."

"Silakan keluar!"Aki Sanca meradang.

Di luar, beberapa orang yang berkaitan dengan urusan tanah ini punya harapan, Dimin telah berhasil mengendalikan orang tua itu. Tapi nyatanya tidak. Mereka kembali, namun selama perjalanan Jimbul sempat angkat bicara.

"Orang tua itu seharusnya digertak saja. Digugat." 

"Tidak perlu. Orang tua seperti itu akan semakin menentang. Biar saja."

"Menentang semakin bagus. Kita punya bukti."

"Terlalu panjang urusannya. Aku punya cara lain."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun