"Iyo... ,' sahutnya sembari merosot dari balai bambu.
Diraihnya kain handuk untuk alas, agar bisa melindungi bokongnya selama mengesot di lantai semen rumah.
"Elis berangkat mengaji dulu ya, Nek. Uang hasil penjualan kue, Elis taruh di meja belakang. Assalamu'alaikum...," kata Elis langsung mencium tangan keriput sang nenek, mencium pipinya, dan langsung menghambur berlarian kecil di sepanjang tepian rel kereta api.
"Jangan lari-lari...," pinta Nek Asri keras, saat melintas kereta api ekspres.
Dia khawatir Elis tersandung dan terjerembab. Apalagi dia melihat dengan mata tuanya itu, tangan Elis terayun-ayun, seakan hendak tersambar kereta yang melaju kencang.
"Aargh..." desisnya pelan.
Perjalanan hidup terus dilewati dengan segala daya upaya dan semangat. Elis kecil mengais rezeki bersama sang nenek di kota metropolitan.
Bersambung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI