Kebetulan saya kebagian duduk di pojok angkot, sehingga dapat menyimak dengan lebih baik apa yang mereka perbincangkan. Tampaknya satu dari empat orang tersebut adalah seorang pegawai kantoran. Bajunya rapi, dan sepatunya pun resmi. Dilihat dari kartu identitas yang masih tergantung di dadanya, saya tebak, dia seorang pekerja bank.Â
Bapak yang satunya sepertinya penduduk yang sedang mencari keperluan sehari-hari. Di samping kanannya terlihat ada kantong kresek bertuliskan sebuah supermarket yang selalu ada di samping SPBU.Â
Bapak yang ketiga membawa bakulan sayur. Peluhnya bercucuran. Sesekali tangannya mengusap wajahnya yang terlihat sangat kelelahan. Pria keempatnya seperti seorang mahasiswa yang sedang semangat-semangatnya mengkritisi para pemimpin yang sedang bercokol.
Si Bapak yang membawa kantong kresek menyesalkan RKUHP yang dianggap tidak bagus karena tidak ada pasal yang membahas penghinaan kepada Tuhan dan nabi.Â
Bapak pegawai bank menambahkan, bahwa  apa yang dikatakan pembawa kantong kresek memang benar adanya. Apalagi poin ke lima, tentang menghina presiden dan wakil presiden.
"lah, lamun Lembaga negara nu ngahina rahayat, kumaha? Naha euweuh hukuman?" kata pegawai bank.
"Memangnya ada gitu yang seperti itu, Pak?" tanya pembawa kresek.
"Laah, yang kemarin ogah punya mantu kayak tukang bakso?"jawab pegawai bank.
"Termasuk presiden dan wapres plus Lembaga negara yang menghina rakyat?"tanya mahasiswa.
Ketiga lelaki tersebut mengkerutkan keningnya.
Mahasiswa lantas melanjutkan pembicaraannya bahwa apa yang dilakukan para petinggi yang korupsi, itu menurutnya sudah termasuk menghina rakyat. Menghina kepercayaan yang rakyat berikan kepada para wakil  rakyat. Belum lagi yang membohongi rakyat selama kampanye, menjanjikan surga dunia dan merayu rakyat untuk memilih mereka.Â