Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melebihi Seks Bebas

25 September 2022   16:05 Diperbarui: 13 Januari 2024   10:19 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : detik.com 18/08/2022

Akhirnya, hasil autopsi atas korban meninggal di rumah sakit akibat pendarahan pada otak dan patah tulang leher. Sesuatu yang dipersepsikan bukan kematian yang indah.

Dari berita beredar, peristiwa pemerkosaan sebagai penyimpangan seks, secara hukum negara, hukum agama, dan adat istiadat bukanlah struktur tunggal.

Diawali dengan pesta minuman keras. Pria pelaku pemerkosaan itu tidak mengajak kencan.

Hanya pertemanan biasa menjadi luar biasa, yang dipicu oleh efek minum. Berurutan peristiwanya hingga kenikmatan seks yang suram dan keji terjadi saat terluka akibat kecelakaan.

Disitulah kebenaran dari wacana seksualitas. Orang-orang terdahulu sudah membicarakan, dimana ada pesta minuman keras, di situ ada ruang bebas bagi seks menyelinap dalam pikiran, yang disalip oleh nafsu gelap yang tiran.

Seakal-akal bulusnya pelaku pemerkosaan akan lebih lihai dan cerdas setan yang intelek.

Pelaku pemerkosaan atas korban yang terluka akibat kecelakaan menurut saya lebih dekat satu langkah dengan sodomi, inses, dan bahkan bersetubuh dengan mayat. Semuanya dicap sebagai bentuk ekstrim dari penyimpangan seks, yang “melawan alam” dianggap paling memuakkan.

Bagi penganut seks bebas berkata, biarkanlah mereka berbuat begitu. Menyalurkan nafsu berahi itu pilihan dirinya sendiri, itu adalah hak individu yang dipilih secara bebas.

Nafsu seks yang menyimpang adalah konsekuensi dari pilihan. Yang penting tidak mengganggu kesenangan pihak lain.

Sebaliknya, kaum moralis dengan akal budi atau nuraninya bertentangan dengan pemerkosaan sebagai penyimpangan seks.

Apa boleh buat. Orang mungkin geram sampai di ubun-ubun. Kita menyebut keparat atau laknat pada pelaku pemerkosaan. Padahal, relakah orang dipanggil binatang? Dia ‘menjadi binatang’.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun