Mohon tunggu...
Eva Purba
Eva Purba Mohon Tunggu... PEGAWAI SWASTA -

ingin berbagi melalui tulisan, karena terkadang apa yang ada di fikiran tidak dapat di ungkapkan dengan lisan :)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Benci, Kenapa Harus Kamu...

14 Oktober 2014   20:13 Diperbarui: 4 September 2015   14:54 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nina memandangi layar ponselnya dengan nelangsa. Membaca kalimat singkat yang tertera disana.

"Maaf ya, kemarin ngga bisa datang. Masih sibuk sama kerjaan kantor." Setelah menghela nafas. Nina mengetik, membalas pesan tersebut.

"Okei, ngga papa... :)" lalu SEND!

Nina meletakkan ponsel pintar itu di atas mejanya, menghitung beberapa detik, walau otaknya sudah berusaha mengalihkan fikirian dari menunggu, apakah masih ada balasan dari lelaki itu, tapi hatinya masih berharap. Berharap akan ada pesan lanjutan, sekedar menanyakan kabarnya, atau mungkin janjian sekali lagi untuk membalas pertemuan yang batal kemarin malam.

Tapi sampai Nina mengantuk, dan kalau tidak salah hitung, hampir 1 jam. Balasan yang di harapkan, sama sekali tidak menunjukkan tanda tanda akan muncul. Nina menghela nafas lagi. Dengan gerakan malas, di simpan nya ponsel itu kedalam laci, lalu bergegas tidur.

'Mudah mudahan aku tidak memimpikanmu lagi malam ini' batinnya.


 

"He don't  love you!"

Ujar Bianca sore itu di kedai kopi langganan mereka. Nina mengelak dari tatapan tajam sahabatnya itu. Lidahnya kelu untuk adu argumen dengan Bianca, karena kalimat Bianca barusan merupakan talak 3 dari perasaannya terhadap lelaki itu.

"Ayolah Nina sayang, dia itu sama sekali tidak punya keinginan untuk menjalin hubungan yang serius denganmu, semua yang di lakukannya kita tahu tidak ada yg istimewa, hanya perkenalan biasa, obrolan biasa, jangan mau di PHP sama perasaan sendiri."

Bianca menghembuskan asap kreteknya. Nina mengibaskan tangannya karena asap kretek Bianca mengudara persis di hadapan nya.

"Sorry..." Ucap Bianca sambil ikut mengibas ngibaskan tangannya di udara.

"Lupakan dia ya, kamu masih bisa menemukan lelaki yang benar benar mencintaimu, yang menghargai dirimu lebih dari pekerjaannya yang super sibuk itu."

Nina mengulas senyum tipis.

"Kamu tahu..?" Bianca mematikan kreteknya lalu melipat tangannya di atas meja, menatap sahabatnya itu dalam.

"Lelaki seperti itu tidak akan bisa sepenuhnya mencintai orang lain selain dirinya sendiri, dia terlalu egois untukmu." Ujarnya.

"Aku tahu..." Suara Nina serak.

"So..?"

"Aku juga tidak tahu, kenapa harus jatuh cinta padanya..."

Bianca terkekeh.

"Bull shit itu Nin, cinta itu tumbuh seiring dengan pertemuan, komunikasi dua arah, perhatian. kamu cuma di manipulasi sama perasaan melow yang suka kamu pelihara!" Suara Bianca meninggi.

"Laki laki itu tidak atau belum melakukan apapun untukmu, ayolah Nin, pake logika, realistislah!"

"Kami komunikasi kok..." Nina memandang Bianca ragu.

"Komunikasi macam opo heh? cuma tanya kabar, habis itu menghilang tah kemana. lalu seminggu kemudian tanpa basa basi muncul kaya jelangkung."

"Jangan bilang padaku karena dia sibuk." Sela Bianca ketika melihat Nina ingin bicara.

"Itu alasan basi, untuk laki laki yang katanya ingin cari calon istri! Kalau dia memang punya niat, dia akan memberikan waktunya untuk kalian mengenal lebih jauh!" Suara Bianca masih tinggi. Nina menghela nafas.

"Aku tahu..." Ujarnya lemah. Bianca menatap sahabatnya itu kasihan. Dia juga sebenarnya tidak tega berbicara terlalu to the point pada sahabatnya ini, hanya saja dia mulai merasa kesal setiap kali mendengar cerita yang ujung ujungnya hanya penantian tidak jelas dari lelaki itu untuk Nina.

 

"Halo Nin... bagaimana? bisa bertemu hari ini?"

Suara di seberang alat telekomunikasi mungil yang bernama ponsel ini terdengar ceria dan ringan. Nina menggigit bibirnya, masih berfikir apakah hari ini dia harus bertemu dengan Adrian yg seminggu lalu di kenalkan tante Mia, dan sudah berkali kali di tolak ajakan untuk bertemu, tapi lelaki bernama Adrian ini seakan tak menyerah.

"Ayo lah Nin, sebentar saja, kita bisa ngobrol sambil ngopi." Suara Adrian masih terdengar ringan.

"Aku sedang tidak ingin  minum kopi..." spontan Nina bersuara, walau lebih terdengar seperti bergumam. "Oh, oke.. bisa minum teh atau cokelat panas. Cuaca nya mendukung nih minum yang hangat hangat."

Nina tersenyum tipis, lelaki ini sebenarnya begitu baik, sejak perkenalan mereka, Adrian lah yang  lebih sering menghubungi nya, mengajak nya ngobrol atau sekedar tanya kabar. Terkadang tanpa di tanya, dia suka menceritakan tentang hari hari nya, tentang pekerjaan nya, yang ntah kenapa terkadang membuat Nina jengah sendiri.

"Halo...anybody there..??"

"Oh, sorry..."

"Bisakah...?" Suara Adrian terdengar memohon. Nina menghela nafas. Menepis sebuah nama yang muncul di harapan nya. 'kenapa bukan kamu yang memohon seperti Adrian...?'

"Okeh..." Ujar Nina.

"Ow, great! aku tunggu di kedai kopi tempat kamu biasa dengan Bianca ya. Jam 6 sore. sampai ketemu nona manis." Klik. Telefon mati. Nina belum sempat mengucap protes tentang tempat bertemu mereka. Dia memang pernah bercerita tentang tempat diri nya dan sahabatnya Bianca sering menghabiskan waktu, sekedar ngobrol, menyelesaikan pekerjaan, atau cuma melamun berdua. Kedai kopi itu istimewa hanya untuk hari nya bersama Bianca, bukan dengan orang lain. Dia bahkan tidak pernah mengajak orang lain untuk menghabiskan waktu di tempat itu, tempat dimana dia sering berimajinasi tentang cinta nya dan tentang lelaki itu.

17.25 wib

"Ada waktu sore ini?, aku mau bertemu."

Sebuah pesan masuk di ponsel Nina. Dan gadis itu hampir mematung membaca pesan dan nama pengirimnya.

"Lionel" Setelah hampir setengah bulan tidak ada kabar atau basa basi sedikitpun, hari ini lelaki itu mengajaknya untuk bertemu, dan rencana pertemuan yang ketiga, setelah pertemuan pertama dan kedua gagal, karena lelaki itu tidak bisa meninggalkan pekerjaan nya.

"Maaf, kalau tidak bisa tidak apa apa. Aku hanya ingin menebus pertemuan kita yang kemarin batal, dan karena aku juga ingin bertemu dengan mu."

"Bisa, aku ada waktu." Dengan cepat Nina membalas pesan Lionel.

"Oke, kita bertemu di cafe 45, jam 6 ya."

"Oke.." Message send.

Nina segera mengemasi pekerjaannya. Dia butuh sekitar 30 menit untuk tiba di cafe 45. dan Nina tidak ingin terlambat bertemu lelaki itu. Lelaki yang nama nya hampir tidak pernah hilang dari memory otaknya sejak perkenalan mereka 2 tahun silam, lelaki yang bahkan belum pernah bertemu dengan nya, lelaki yang tampang nya hanya bisa di nikmati nya dari media sosial, yang diam diam sering di kunjungi nya untuk melihat aktivitas lelaku itu. Lelaki yang ntah kenapa mampu membuatnya merasakan debar jatuh cinta setelah kehilangan cinta pertamanya, dan lelaki yang seperti dikatakan Bianca "sama sekali belum berbuat hal istimewa untuknya". Tapi nina tidak tahu kenapa perasaannya begitu lekat pada lelaki bernama Lionel.

"Maaf Drian, aku tidak bisa datang. Ada pekerjaan yang harus ku lakukan sore ini." Sambil menuruni tangga, Nina mengetikkan beberapa kalimat di kolom pesan ponselnya, lalu mengirimkan pada Adrian.

'Maafkan aku...' Desis Nina dalam hati. Mungkin ini konyol, tapi dia sungguh ingin bertemu Lionel daripada Adrian. Beberapa menit tidak ada balasan. Nina menghela nafas, lalu memasukkan ponselnya kedalam saku blazernya dan segera meluncur ke tempat nya bertemu dengan Lionel.

 

18.30 wib

Suasana cafe lumayan ramai. Nina berucap terima kasih kepada waitress yang mengantarkan lemon tea hangat pesanannya. Pandangan nya tak lepas dari pintu masuk cafe. Dari tempat duduknya yang berada di sudut, Nina bisa dengan bebas memandangi orang yang masuk, dan berharap diantara orang orang yang berseliweran dia bisa menemukan siluet Lionel. Berkali kali Nina menarik nafas, berusaha meredakan gemuruh di hati nya. Dan berkali kali juga berdoa agar Lionel menepati janji nya kali ini.

18.45 wib

"Dimana?" Pesan masuk, dari Bianca.

"Cafe 45."

"Cafe 45? ngapain..?"

"Bertemu Lionel."

Kriiingg... Bianca menelefon. Dengan ragu Nina menekan tombol hijau di ponselnya.

"Halo..."

"Ow... masih berharap bertemu dengan lelaki itu tenyata?" Suara Bianca to the point.

"Tadi sebelum pulang kantor dia menghubungiku, dan meminta untuk bertemu..." Suara Nina serak.

"Oya? jam berapa janji nya?"

"Jam 6..."

"Hmm... dia pasti belum datang."

"Yah..."

"Sudah hampir 1 jam Nin, dia pasti ngga datang juga."

"Dia pasti datang, mungkin sedang macet."

"Oh, oke... terserah. Aku tadi nya cuma ingin mengingatkan kalau ada lelaki yang menunggumu di sini, katanya dia juga sudah buat janji denganmu."

"Adrian...."

"Oh ya, tadi dia menyebut nama nya seperti itu. Adrian.."

"Tapi aku sudah mengirimi dia pesan kalau aku tidak bisa bertemu dengan nya."

"Karena Lionel?" Nina terdiam.

"C'mon Nin, seharusnya kamu bisa memilih dengan  baik, siapa yang seharusnya kamu temui. Adrian sudah menerima pesan terakhirmu, tapi dia yakin kalau kamu akan datang. Sementara Lionel aku yakin dia hanya akan mengulang kejadian yang lalu lalu, tidak akan datang dengan alasan sibuk!" Klik! telefon dimatikan. Bianca sepertinya benar benar kesal kali ini.

Nina tergugu, di pergelangan tangannya jam sudah menunjukkan 19.15 wib. Nina mengecek ponselnya, siapa tau Lionel mengirimi pesan terlambat datang. Tapi tetap tidak ada. Lemon Tea yang di pesan nya sama sekali belum tersentuh.  Nina seperti kehilangan selera. 'kemana kamu...?' batin nya.

 

19.45 wib

"Nin, aku masih di cafe menunggumu. Aku bertemu Bianca sahabat terbaikmu. Tau ngga kenapa aku ingin bertemu denganmu di tempatmu biasa menghabiskan waktu bersama Bianca? karena aku ingin menjadi orang yang bisa menemanimu ber imajinasi di sini, di tempat favoritmu, menjadi salah satu orang terdekatmu seperti Bianca, tapi tidak mau menjadi bahan imajinasimu, aku ingin jadi sosok yang nyata untukmu Nin, yang bisa mewujudkan impianmu tentang cinta."

Kali ini, Nina benar benar tergugu. Pesan Adrian membuatnya benar benar merasa bersalah, dan tersanjung. Karena ternyata Adrian menaruh harapan padanya sejak perkenalan mereka yang belum lama. Sementara dirinya, saat ini masih duduk manis menunggu seseorang yang sama sekali tidak tahu dimana keberadaannya, berkali kali Nina mencoba menghubungi Lionel tapi telefonnya sama sekali tidak diangkat. Nina melenguh, kenapa harus Lionel yang dipilih hatinya untuk menunggu, dan kenapa harus Adrian yang mau menunggu dirinya? kenapa bukan Lionel?? Nina menunduk, tanpa mampu bertahan lagi airmata nya jatuh satu persatu.

20.25 wib (kedai kopi Bianca & Nina)

"Terima kasih.." Adrian tersenyum kepada pelayan yang mengganti kopi nya dengan gelas baru. lalu meregangkan otot otot tangannya, setelah beberapa waktu tadi sibuk mengutak atik androidnya membuka media sosial milik Nina, lelaki itu tersenyum. Puluhan tahun, gadis itu tidak berubah, senyum nya masih seperti dulu ketika dia berumur 15 tahun, senyum malu malu ketika di ospek oleh senior PMR si sekolah. Adrian telah jatuh cinta pada Nina, adik kelasnya di sekolah menengah pertama, dan juniornya di kegiatan ekstra PMR. Dan sekarang  ketika Adrian menemukan nya kembali, dia sama sekali tidak ingin kehilangan kesempatan seperti dia kehilangan kesempatan dulu karena masih anak sekolah. "Masih menunggu Nin..." Ujarnya dalam hati, sambil menikmati alunan lagu ColdPlay 'True Love'' yang di putar pemilik cafe.

 "For a second, I was in controlI had it once, I lost it thoughAnd all along the fire below would rise And I wish you could have let me knowWhat's really going on belowI've lost you now, you let me goBut one last time Tell me you love meIf you don't then lieLie to me Remember once upon a timeWhen I was yours and you were blindThe fire would sparkle in your eyesAnd mine So tell me you love meAnd if you don't then lieLie to me Just tell me you love meIf you don't then lieLie to meIf you don't then lieLie to me And call it trueCall it true loveCall it trueCall it true love...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun