Pernahkah Anda mendengar istilah ASUH dalam dunia pangan hewani? Bagi sebagian orang, kata ini mungkin terdengar asing. Padahal, ASUH adalah prinsip penting yang memastikan daging, susu, dan telur yang kita konsumsi benar-benar aman, bergizi, berkualitas, dan sesuai ketentuan halal.
ASUH sendiri merupakan singkatan dari Aman, Sehat, Utuh, dan Halal. Keempatnya adalah kunci mutu pangan hewani yang diatur dalam berbagai standar dan regulasi di Indonesia. Mari kita bahas satu per satu.
Aman: Bebas dari Bahaya
Produk pangan hewani yang aman berarti terbebas dari segala bentuk bahaya yang dapat mengancam kesehatan konsumen. Bahaya ini bisa berasal dari mikrobiologis, seperti bakteri patogen (Salmonella, Escherichia coli, Listeria monocytogenes), virus, maupun parasit yang dapat menyebabkan penyakit. Selain itu, ada pula bahaya kimia yang berasal dari residu obat-obatan ternak (misalnya antibiotik atau hormon), pestisida, dan logam berat yang dapat menumpuk di tubuh jika dikonsumsi terus-menerus. Proses penanganan yang tidak higienis, mulai dari pemeliharaan ternak, penyembelihan, hingga pengolahan dan distribusi, berpotensi menjadi sumber kontaminasi yang membahayakan konsumen.
Penerapan prinsip good farming practices dan good manufacturing practices menjadi langkah penting untuk menjaga keamanan produk hewani. Di peternakan, keamanan dimulai dari pemberian pakan yang bebas cemaran, air minum yang bersih, serta pengendalian penyakit secara terprogram. Di tahap pengolahan, suhu dan waktu pemasakan, pasteurisasi susu, hingga penerapan rantai dingin (cold chain) sangat menentukan keamanan produk sampai ke tangan konsumen. Dengan kata lain, keamanan pangan hewani bukanlah hasil kebetulan, melainkan buah dari proses pengawasan yang ketat dan konsisten di setiap mata rantai produksi.
Sehat: Bergizi dan Bermanfaat
Produk pangan hewani yang sehat adalah sumber zat gizi esensial yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh, berkembang, dan mempertahankan fungsi organ secara optimal. Daging, susu, dan telur kaya akan protein berkualitas tinggi yang mengandung asam amino esensial lengkap, vitamin seperti B12 dan D, mineral penting seperti kalsium, zat besi, dan seng, serta lemak sehat yang berperan dalam pembentukan hormon dan penyerapan vitamin larut lemak. Kualitas gizi ini menjadikan pangan hewani sebagai bagian penting dari diet seimbang, terutama bagi anak-anak, ibu hamil, lansia, dan individu dengan kebutuhan gizi khusus.
Status “sehat” ini hanya dapat tercapai jika produk diolah dan disimpan dengan benar. Teknik pengolahan yang keliru, seperti pemasakan pada suhu terlalu tinggi atau penyimpanan dalam kondisi yang tidak tepat, berpotensi mengurangi kandungan gizi atau bahkan membentuk senyawa berbahaya. Misalnya, pasteurisasi susu dengan suhu terkontrol mampu membunuh mikroba patogen tanpa merusak kandungan vitamin dan protein, sedangkan penyimpanan daging pada suhu rantai dingin menjaga kesegaran sekaligus mencegah pertumbuhan bakteri. Prinsip “sehat” pada produk pangan hewani bukan hanya soal gizi yang terkandung, melainkan juga bagaimana gizi tersebut dipertahankan sampai ke meja makan konsumen.
Utuh: Tidak Berkurang atau Tercampur
Produk pangan hewani yang utuh berarti memiliki kualitas fisik, komposisi, dan sifat aslinya tanpa mengalami pengurangan, penambahan bahan asing, atau pencampuran yang tidak semestinya. Keutuhan ini mencakup aspek berat bersih, kandungan gizi, warna, tekstur, dan rasa yang sesuai dengan sifat alami produk. Misalnya, susu segar murni seharusnya tidak diencerkan dengan air atau ditambah bahan lain yang menurunkan kualitasnya. Demikian pula, daging sapi yang dijual harus benar-benar berasal dari sapi, bukan campuran dengan daging jenis lain, karena pencampuran semacam itu dapat mengurangi nilai gizi sekaligus merugikan konsumen secara ekonomi.
Keutuhan produk bukan hanya menyangkut aspek fisik, tetapi juga keaslian dan kejujuran dalam rantai pasok. Penanganan pascapanen yang baik, pengemasan yang benar, serta penyimpanan yang sesuai standar menjadi langkah penting untuk menjaga kualitas produk hingga sampai ke tangan konsumen. Apabila produk mengalami kerusakan fisik seperti pecah, sobek, atau mengalami perubahan warna dan bau, maka keutuhannya sudah tidak lagi terjamin. Oleh karena itu, keutuhan harus dijaga sejak proses produksi di peternakan hingga distribusi akhir, sehingga konsumen mendapatkan produk pangan hewani yang sesuai dengan ekspektasi dan layak dikonsumsi.
Halal: Sesuai Syariat
Produk pangan hewani yang halal berarti berasal dari hewan yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut syariat Islam dan diproses sesuai dengan ketentuan agama. Hal ini mencakup pemilihan jenis hewan, tata cara penyembelihan, penanganan karkas, hingga proses pengolahan yang bebas dari bahan haram atau najis. Proses penyembelihan halal dilakukan dengan menyebut nama Allah, menggunakan alat yang tajam, memutus saluran pernapasan dan pembuluh darah besar di leher secara cepat, serta memastikan hewan dalam kondisi sehat saat disembelih. Prinsip ini tidak hanya berkaitan dengan aspek spiritual, tetapi juga berkontribusi pada mutu daging, karena penyembelihan yang benar membantu proses pengeluaran darah secara maksimal dan meminimalkan risiko kontaminasi.
Penerapan standar halal tidak berhenti pada proses penyembelihan saja. Seluruh rantai produksi, mulai dari transportasi, penyimpanan, pengolahan, hingga pengemasan, harus terhindar dari kontaminasi silang dengan bahan yang tidak halal. Sertifikasi halal dari lembaga berwenang, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di Indonesia, menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk yang dibeli telah memenuhi persyaratan sesuai syariat. Dengan memahami makna halal secara menyeluruh, konsumen dapat lebih yakin terhadap keamanan dan kesucian pangan hewani yang dikonsumsi, sementara produsen menunjukkan komitmennya dalam memenuhi kebutuhan pasar yang mayoritas berpenduduk Muslim.