Mohon tunggu...
Elesia
Elesia Mohon Tunggu... Administrasi - I'm a writer

Penulis CERPEN ANAK Penulis PUISI

Selanjutnya

Tutup

Drama

Andai Kita Disatuan, Tidak Diduakan (3)

27 Maret 2018   13:28 Diperbarui: 27 Maret 2018   15:54 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
theodysseyonline.com

Hening. Wiliam dan Mia terdiam begitu lama di ruangan Ryan. Jelas yang terdengar suara nafas Ryan dan beberapa hantakan kaki dari luar pintu. William ingin sekali mengajak Mia pulang, menikmati hari-hari bahagia yang seharusnya mereka lalui sebagai pasangan pengantin baru. Tapi di dalam hatinya, ia tidak tega membiarkan Ryan, yang nyatanya selama mengenalnya dari perkuliahan dulu ia bahkan tidak meninggalkan kesan.

 

William : Tak ada yang menjaganya
Mia          : (Menatap William).
William : Kau ingin menjaganya disini?
Mia          :  Kita berdua
William : Kita masih harus membuka kado-kado yang ada dirumah sayang. Dan kita harus membersihkan rumah baru, besok keluargamu akan datang berkunjung kan?
Mia          : (Mengangguk lesu)
William : (Menatap Mia) Baiklah, malam ini saja. Besok pagi kita harus pulang (Ia lebih tidak rela kalau Mia  menjaga Ryan sendirian.)
Mia          : (Tersenyum. Mengangguk)
William : Sebaiknya kau istirahat sayang. Aku akan membangunkanmu kalau dia bangun. Kau sangat lelah hari ini (mengelus rambut Mia) ayo, berbaringlah di sofa itu

Mia menurut, dan tidak lama  berbaring di sofa, ia sudah terlelap dengan mimpi-mimpinya.

Ryan       : William? (Mengedip-ngedipkan mata)
William : Ryan.. Kau sudah bangun (nada diturunkan. Ia takut Mia terbangun)
Ryan       : (Mengernyitkan dahi sembari menyentuh tenggorokannya)
William : Ini? (Menyodorkan minuman dengan sedotan). Kau ingin kunaikkan sandaran bed nya?
Ryan       : (Mengangguk)
William : Sebentar
Ryan       : (mengatur posisi dan akhirnya menangkap sosok Mia yang tertidur pulas di sofa) Mia?
William : (Tersenyum)
Ryan       : sejak kapan kalian disini
William : Sejak kau masuk ruang kemoterapi
Ryan       : Loh, kenapa?
William : Apanya yang kenapa?
Ryan       : Kenapa kalian ada disini?
William : Kami kesal kau tidak datang ke pernikahan kami (nada bercanda)
Ryan       : Astaga (menepuk dahi) maafkan aku. Aku melewatkan acara penting itu.
William : Akan kumaafkan kalau alasannya masuk akal.
Ryan       : Aku sudah dijalan mau ke lokasi, tiba-tiba perutku sakit sekali jadi aku dilarikan supir taxi ke rumah sakit. Will.. Aku benar-benar minta maaf. Aku sangat ingin bersama-sama bersukacita di moment penting kalian.
William : Oke, maaf diterima. (Tersenyum)
Ryan       : Tapi kenapa kalian harus bermalam disini, kau harus memvawa Mia pulang. Kalian juga pasti kelelahan karena pesta semalam.
William : Kami memang akan pulang.... (Candanya lagi) besok pagi.
Ryan       : (Tersenyum lebar - menatap Mia) istrimu tidur nyenyak. (Bisiknya)
William : (Mengangguk -- tersenyum)
Ryan       : Selamat Will, selamat sudah sah menjadi suami dari seorang yang cantik seperti Mia.
William : Cantik?
Ryan       : Hm..mh..
William : Haha.. (dengan nada masih di tahan) kenapa aku jadi kesal mendengar orang lain mengatakan istriku cantik ya?
Ryan       : Haha.. aku juga pasti merasakan seperti itu, nanti.
William : (Menatap Ryan) Apa  kau baik-baik saja?
Ryan       : (Mengernyitkan dahinya)aku memang baik-baik saja kan.
William : (Mengangguk berkali-kali tapi dahinya berkerut)
Ryan       : Apa jangan-jangan kau berpikir aku seperti ini karena kalian berdua? Hahahah... jangan mimpi..
William : (Terheran-heran)
Ryan       : Awalnya ragu mengatakan mengenai penyakit ini kepada Mia. Hari-harinya pasti akan semakin tersiksa dengan penyakitku ini. Bukan.. bukan dia, ku kira aku yang akan semakin tersiksa melihatnya nanti saat aku sudah seperti ini (memandang Mia) Ya, seperti ini, melihatnya tertidur di sofa rumah sakit.
William  : Terimakasih, telah mencintai Mia dengan tulus.
Ryan        : (Menatap William)Bisa aku mengajukan dua permintaan?
William  : Seharusnya aku kan? Aku yang belum dapat kado pernikahan disini (tersenyum).
Ryan        : (tersenyum -- menunggu jawaban William)
William : Oke..oke.. apa itu?
Ryan       : Berbahagialah dengan Mia.
William : Pasti. (menunggu kelanjutan permintaan ke dua)
Ryan       : Dan jangan kasihan padaku.
William : (Menatapnya sendu)
Ryan       : Aku hanya akan merasa semakin tersiksa.
William : Maafkan aku.
Ryan       : Tidak perlu minta maaf, William. Aku juga sadar bahwa Tuhan punya rencana lain padaku. Tapi karena semua kesakitan badan dan hati datang beriringan, aku nggak sanggup. Aku nggak sanggup melihat mu.
William : Apa melihatku begitu menyakitkan?
Ryan       : (Menggeleng) Hanya terasa menyakitkan ketika kau membiarkan Mia datang kesini, dan mungkin ia menangis melihatku seperti ini dipelukanmu atau ia besedih dan tidak selera makan karena merasa bersalah padaku. Aku tahu bagaimana perasaanmu, Will. (menyiku tangan William) Aku juga seorang pria. Aku tidak akan sanggup seperti itu kalau aku di posisimu.
William : (Memainkan lidahnya di dalam mulut)
Ryan       : Bawalah Mia pulang! Kalian harus menikmati hari-hari bahagia pernikahan kalian.
William : Sebenarnya aku tidak terlalu mempermasalahkan itu!
Ryan       : Jadi?
William : Tidak masalah ia disini sampai berhari-hari membantumu untuk sembuh. Tapi sebagai teman atau mantan pacar yang menyayangimu. Bukan sebagai wanita yang masih menyimpan cintanya untukmu.

Pembicaraan mereka semakin serius. Ryan dan William tidak sadar bahwa suara mereka yang mulai meninggi membangunkan Mia. Tapi Mia masih tetap di posisiya, ia 'tak bangkit dari sofa.

William : (Memandang Ryan dengan ekspresi datar)
Ryan       : (Mendesah panjang) Kau tidak takut ia kembali menyukaiku kalau ia sering menemuiku? Kau harus tahu, aku masih sangat mencintainya!
William : Bukannya kau juga percaya itu tidak akan terjadi?
Ryan       : (Tertawa sinis) Wah, sepertinya  kalian yang disini seperti sudah berpacaran delapan tahun ya. (Menggeleng-gelengkan kepala) Kau hebat, bisa mengenalnya begitu baik hanya beberapa bulan.
William : Sama-sama delapan tahun, Ryan, tapi status nya berbeda. Kau sebagai pacar dan aku sebagai teman.
Ryan       : Teman yang tidak pernah di gubris maksudmu?
William : Apa penyakit ini membuatmu jadi tidak waras.
Ryan       : Mungkin saja. Mungkin mereka memasukkan bius ke infusku!

Mereka berdua tertawa bersama-sama

Ryan       : Aku sudah tahu kau sudah menyukainya sejak lama
William : ... (Mengangguk lambat)
Ryan       : Dan aku sudah tahu, kapan ia mulai menyukaimu.
William : Kau mengenal kepribadiannya sangat baik.
Ryan       : Mia sering membicarakanmu saat kami sedang berdua beberapa bulan sebelum kami putus.
William : Gerak-gerik tubuhnya mudah dibaca.
Ryan       : Dia sangat polos, Will!
William : Hahaha.. ku kira itu memang jelas terlihat dari wajahnya

Mereka berdua tertawa lagi, tapi kali ini berbeda. Ryan tertawa tanpa suara. Ia mulai merasakan sakit disekitar perutnya. Mulutnya menganga tanpa mengatakan apapun, dan William dengan cekatan menekan bel di samping tempat tidur Ryan berkali-kali. Dan kemudian berteriak memanggil perawat. Mia terduduk di sofa, tangan dan kakinya gemetaran, ia melihat Ryan merasa kesakitan. Tubuh Ryan menunduk, membungkuk miring sambil memegang perut, ia juga melihat Mia duduk gemetaran di sofa - memandanginya. Mata mereka bertemu untuk beberapa saat hingga akhirnya Mia menunduk, menutup wajahnya.

... bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun