Mohon tunggu...
Elia Sunarto
Elia Sunarto Mohon Tunggu... Partikelir

Penyuka fiksi dalam cerpen, puisi dan novel. Banyak belajar dari buku, kisah-kisah orang, dan dari alam. Nama lain Sunan Kasmaran. Bisa disapa di akun instagram @elia_sunarto

Selanjutnya

Tutup

Horor

Pulang | Cerpen Horor Elia Sunarto

30 Maret 2025   22:01 Diperbarui: 30 Maret 2025   22:01 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar (Sumber: Dreamina AI)

TEMPAT INI SUDAH BERUBAH, menggeliat jadi kota kecil, beda kondisinya saat Ajis tinggalkan empat tahun lalu. Jalanan mulai mulus, pasar tradisional yang dulu kumuh tempat Ajis dan ayahnya kerap makan soto di warung Bek Prapti, berganti mall megah.

Ada patung besar dibangun dekat terminal, entah patung siapa. Wajahnya tak ada kemiripan dengan pahlawan-pahlawan yang pernah dikisahkan Pak Suraji guru sejarah, depan kelas.

Ada yang aneh, tatapan mata patung itu seakan mengikuti Ajis ke mana melangkah. Waktu zuhur tadi Ajis berpapasan dengan seorang, pria gemuk pendek, belum terlalu tua, berjalan pincang keluar mushalla.

Baca juga: Selingkuh

Mereka sempat bertatapan mata, Ajis menyapanya dengan sebuah anggukan kecil. Keluar dari tempat wudu, dilihatnya lelaki berkaos oblong putih itu masih belum beranjak pergi. Masih duduk di atas motornya, seakan ada yang ditunggu.

Begitu terlihat Ajis, buru-buru ia mengengkol dan berlalu sambil menutup wajah dengan topi butut yang dia pakai.  

***

Baca juga: Surat dari Praha

Di pondok dini hari tadi, suhu dingin menusuk sumsum. Usai tahajud, Ajis berkemas hendak bergabung ngaji kitab Kifayatul Akhyar di Pendopo. Suara puji-pujian sudah terdengar pertanda kajian akan segera dimulai. Seseorang membisikinya.   

"Dik Ajis ditimbali Abah." 

Bak tersengat listrik tegangan tinggi, Ajis terperanjat.

"Dipanggil Abah sepagi ini? Ahh...kena takzir1) ini. Apa salahku?" 

Barokah bagi santri bisa sowan atau ditimbali2) Abah karena jarang terjadi. Paling banter kalau ada urusan biasanya dengan senior atau dipanggil Guse3).

Ajis membetulkan bebetan4) sarungnya dan bergegas menuju ndalem5) pengasuh, di pelataran terlihat beberapa santri masih berlalu-lalang.

"Assalamu'alaikum........"

"Wa'alaikumussalam, mlebu Nang."  

Gemetaran Ajis perlahan beringsut masuk dengan menunduk tawaduk, mencium tangan Abah berkali-kali dan baru duduk bersila di depan Abah setelah dipersilakan.

"Wonten dawuh Kiai?"

"Kemasi barang-barangmu, besok ikut Ustaz Nara ke terminal." Titah Abah.

Ajis tak kuasa berucap, air matanya mengalir deras, hal paling ia takuti itu terjadi. 

Abah dawuh, dirinya lebih dibutuhkan di rumah dan wanti-wanti jangan balik ke pondok sebelum dijemput. Ajis sesengukan mengangguk.

Hingga azan subuh berkumandang sahut menyahut di beberapa surau, termasuk masjid besar dalam pondok. Ajis masih di ruangan Abah, menerima wejangan. 

***

Sebuah Mitsubishi Colt T120 warna biru toska meluncur di jalan perkampungan, mengusik pagi yang masih berselimut embun. Hawa udara sejuk menyelinap di kabin lewat jendela yang terbuka. Ajis duduk disamping Ustaz Nara yang di belakang kemudi, keduanya terlihat banyak diam.

Remaja 18-an tahun itu tengah menenangkan diri, batinnya meronta berat rasanya meninggalkan pondok yang lebih empat tahun ini mengasuhnya. Mobil tua itu sempat terbatuk-batuk ketika harus merangkak di tanjakan Karangnongko.

Di terminal Ajis turun untuk ganti kendaraan umum, masih lima jam lagi perjalanan baru sampai tujuan.

"Hati-hati Jis," pesan Ustaz Nara sebelum berpisah, ustaz asal NTT itu sempat melirik peci putih dalam genggaman tangan kanan Ajis.

"Pemberian Abah tadi pagi," ungkap Ajis sambil membuka genggaman tanpa mengangkat pandangannya, sebuah peci putih dan seuntai tasbih kecil.

"Rawat dengan baik,"  Ajis mengangguk.

***

Setelah berulang kali mengucap salam dan mengetuk pintu. Seorang perempuan muda bergaun tipis dengan rambut sedikit berantakan muncul dari balik pintu.

"Oo..kamu Jis pulang rupanya, sana langsung ke belakang!"

"Siapa?" terdengar suara seorang pria dari dalam.

Ajis memasuki rumahnya dengan langkah gamang dan perasaan asing. Siapa laki-laki di rumahnya bersama ibu tirinya tadi. Bukankah ayah masih di penjara?

Semenjak ibu Ajis meninggal dan ayahnya menikahi Nunuk, janda muda tetangga desa, kehidupan keluarga Ajis berantakan. Banyak peristiwa aneh terjadi, ayahnya yang kepala desa didemo, menyusul adik-adik ayahnya satu per satu meninggal misterius.

Hingga berujung tragis, ayah Ajis ditangkap polisi dan dipenjara. Empat hari sebelum penangkapan ayahnya, Ajis sempat dititipkan ke pondok pesantren Kiai Badrun di Kresikan.

***

Sore itu, Ajis sedang membersihkan pekarangan belakang yang banyak ditumbuhi rumput dan perdu liar, serta memasang lampu kamar mandi di belakang rumah. Ada gerak-gerik mencurigakan tak jauh dari rumahnya.

Seseorang terlihat mengendap-endap seperti mengintai rumahnya. Gestur orang itu mengingatkan Ajis pada sosok laki-laki yang ia lihat di mushalla, kemarin. Ajis belum sempat mendekat, ketika orang itu tiba-tiba menghilang begitu terdengar pintu samping rumah di buka orang.

Dari balik perdu melati yang sedang berbunga, Ajis menyaksikan ibu tirinya keluar bersama seseorang. Mereka berpelukan dan saling berciuman mesra cukup lama, sebelum akhirnya pria itu pergi menghilang di balik kerimbunan.

Darah Ajis mendidih, geram dan penasaran ingin tahu siapa laki-laki itu. Feeling-nya benar, selama ini ibu tirinya selingkuh, ayahnya sudah dikhianati.

***

Ajis masih khusyuk berzikir saat telinganya mendengar erangan dan desahan, rintihan aneh. Sejak pulang ke rumah, dari gerbang desa ia sudah merasakan aura kurang baik. Terlebih malam ini, hawanya ganjil, aneh terasa dingin sekali. 

Ada aroma mistis wangi kembang hingga bau busuk menusuk hidung, kemudian berubah seperti bau orang menggoreng telur. Ajis menambah rakaat qiyamul lailnya.

Merasa bahunya ada yang menarik, tangan kanan Ajis reflek menangkis sambil berguling menghindar. Ajis terperanjat hingga tubuhnya membentur dinding.

Ibu tirinya berdiri mengangkang setengah jongkok dengan tubuh bugil. Rambutnya berubah putih panjang terurai acak-acakan. Wajahnya menyerigai seram. Sosok itu terus berubah wujud menjadi monster mengerikan.

Buah dadanya besar terjuntai bergelantungan, ekornya panjang dengan ujung menyala persis bara api. Dahinya tumbuh tanduk unicorn, persis simbol baphomet6) yang kemarin Ajis copot dari dinding kamarnya.

Jejakan kaki makhluk jejadian itu dapat dihindari Ajis dengan satu kelitan. Tapi trisula yang dia pegang nyaris menusuk ulu hati pemuda itu.

Aneh, setiap Ajis mengibaskan tasbih makhluk itu mengerang dan surut kesakitan. Santri muda itu tak gentar, dia terus merapal amalan pemberian Abah Kiai Badrun.

Beruntung di saat Ajis terdesak, datang laki-laki gendut menyelamatkan dirinya. Sosok misterius itu gulat berjibaku, guling-guling melawan perempuan jelmaan iblis mengerikan itu.

Entah dari mana, tiba-tiba muncul asap tebal berwarna putih yang terus menipis. Mengejutkan, samar-samar terlihat bayangan Kiai Badrun bersama ayahnya yang datang diiringi belasan warga membawa obor.

Terbongkar sudah, misteri serangkaian pembunuhan dan kejadian-kejadian aneh selama ini, ternyata ulah oknum kepala desa baru dan ibu tiri Ajis.

Mereka penganut sekte setan, ajaran sesat. Bersekongkol menjatuhkan ayah Ajis, merebut jabatan kades dengan tujuan ingin menguasai harta orang tua Ajis.

Pria misterius itu ternyata ipar ayahnya, atau adik mendiang ibu Ajis. Kiai Badrun rupanya sudah tahu semua ini, dan menunggu saat pembebasan ayah Ajis. Ajis dipulangkan dahulu untuk menghentikan aksi jahat komplotan ini.  ***

Tubaba, 21 Desember 2024

Catatan:

1)  takzir, sanksi atau hukuman ala pondok pesantren

2)  ditimbali, dipanggil menghadap (bhs Jawa)

3)  Guse, panggilan atau gelar yang diberikan kepada anak laki-laki, terutama putra kiai atau ulama. Gelar ini cukup populer di kalangan pesantren (bhs Jawa)

4)  bebetan, ikatan atau lilitan (bhs Jawa)

5)  ndalem, rumah kediaman (bhs Jawa)

6)  baphomet, simbol setan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun