Mohon tunggu...
Elfryanty Novita
Elfryanty Novita Mohon Tunggu... Pegawai BPS Kota Sorong

Suka dengan segala hal berbau analisis data, volunteering, Trainings, Projects, Reading Economics News. Di waktu luang suka mengecek kondisi ekonomi dan pasar saham. Penggemar K-Drama dan slogan hidup adalah" Be good for yoursef before you treat others nicely"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diari Mungil Daniel

18 Juni 2025   09:00 Diperbarui: 18 Juni 2025   06:36 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

             Aku nyaris kehilangan napas. Rasanya nama itu familier di telingaku. Dejavu seakan menghantamku keras. Susah payah aku mengumpulkan memori yang seolah tercecer di kepalaku. Varadilla Aninditta Handijaya. Varadilla Aninditta. Varadilla. Dilla. Seakan-akan nama itu bergema kian jelas. Tunggu dulu!Mendadak rasa sakit menghujam di kepala. Alarm di otakku meraung-raung. Berikutnya sayup-sayup kudengar suara panggilan seseorang yang panik. Begitu lembut, namun jauh. Duniaku berputar dalam hening.

                                                                                                                                  * * * * *

             “Tanggal 19 Juli, di hari ultahmu, aku ingin membawamu ke suatu tempat yang istimewa. Tempat yang sangat indah di Puncak, Bogor. Aku ingin memberimu kejutan. Padahal kamu sudah membujukku membatalkannya, namun aku keras kepala. Dan ternyata, hari itu adalah hari yang paling kusesali seumur hidup. Sebuah truk melaju kencang, hampir bertabrakan dengan mobil yang kusetir. Aku tak mampu mengendalikannya dan mobil selip, menabrak pohon. Lengan dan kakiku terluka. Namun kamu mengalami benturan keras di kepala. Awalnya hanya gegar otak biasa. Namun sebulan kemudian, kamu mendadak pingsan, koma tiga hari dan dokter mendiagnosis commutio cerebri. Setelah sadar, kamu susah berjalan dan sangat lemah. Perlu tiga bulan untuk pulih secara normal. Selama itu kamu begitu menderita. Aku tak sanggup melihatnya. Itu semua salahku. Kalau saja waktu itu aku tidak keras kepala. Aku jadi marah dan benci pada diriku sendiri. Aku begitu egois.”

             “Ingatanmu sebelum kecelakaan itu perlahan memudar. Bahkan kamu sulit mengingat keluargamu. Susah payah kamu berusaha. Untunglah memori itu kembali meski perlu waktu lama. Hanya kenangan tentangku saja yang kamu tetap lupa. Mungkin itu hukuman yang pantas untuk kesalahanku. Aku mengerti itu, namun keegoisanku menginginkan kamu tidak boleh melupakanku.”

             “Aku memohon pada Tante dan Om agar mengizinkanku tinggal di rumah sebagai sepupumu. Karena Evan sudah kuliah di luar 2 tahun itu. Kupikir, dengan begitu perlahan-lahan kamu akan ingat tentang aku. Aku sengaja pindah ke universitas yang sama denganmu saat masa pemulihanmu selama setahun. Aku berusaha memerhatikanmu. Namun hukuman itu kualami berjalan 1,5 tahun. Apa pun yang kulakukan, itu takkan menghapus kesalahanku. Aku harusnya melepaskanmu, Dilla.”

               Saat ini di rumah sakit. Daniel jujur mengungkapkan makna diarinya setelah 2 minggu aku dirawat. Aku menatapnya sedih. Air mata telah menetes tiada henti. Wajahku bersimbah air mata. Hatiku merasakan perih yang menyiksa wajah tampan itu. Wajah dari seseorang yang paling kusayang di masa lalu. Aku belum mampu sepenuhnya mengingat sosoknya. Namun ada perasaan hangat yang menyusup di hati.

              “Maafkan aku.”Bisikku lirih. Air mataku mengalir lembut.

               Daniel mengusap pipiku lembut, menatapku dalam. Aku pun meraihnya dalam pelukan. Sekujur tubuhnya awalnya tegang, perlahan mengendur setelah aku mempererat pelukanku.

              “Ijinkan aku mengingatmu lagi. Tolong berikan diari yang kamu tulis tentangku. Aku ingin belajar memaafkanmu. Lalu mencintaimu lagi dari awal. Dengan ingatan yang baru.”

               Sebagai jawaban, dia mendekapku lembut. Rasanya nyaman dalam dekapan seseorang yang paling mencintaiku bahkan di saat aku melupakannya. Syukurlah Tuhan memberiku kesempatan melalui diari itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun