“Ya ampun, Va. Gue jadi mengerti perasaannya. Pantas dia sangat putus asa.”
Saat itu aku bingung dengan reaksinya yang shock bercampur tak percaya. Saat aku mencecarnya dengan sejuta tanya, Reta mengalihkan pembicaraan. Hingga kini pun aku bingung dengan sikapnya terhadap Daniel. Kupikir dia diam-diam memendam perasaan. Namun setengah tahun lalu dia berpacaran dengan Frans dari Fakultas Matematika.
Dia malah gencar menggodaku mendekati Daniel. Ampun deh!Sepupuku sendiri?!Gila!
“Oh, nggak perlu berlebihan, Va. Kalian kan cuma sepupu. Nggak ada hukum yang melarang antar sepupu berpacaran. Temanku yang Batak aja diizinkan berpacaran dan malah ada yang menikahi paribannya.”
“Dalam genetika, itu namanya inces. Itu kejahatan gen yang serius.” Aku menjawab kesal, Reta justru tergelak.
Lamunanku terputus saat Reta terpekik heboh. Dia mengguncang lenganku penuh semangat. Sorak riuh, terutama cewek berteriak histeris memanggil Daniel. Dasar!
“Va, elo beruntung banget tinggal serumah dengan Daniel. Oh, Va. Gue rela bertukar posisi dengan elo. Oh, Daniel!”Dian, di sebelahku melompat-lompat girang. Aku mendesis sebal.
Selesai pertandingan, para cewek mengerumuni Daniel. Mereka menawarkan sapu tangan, waslap atau minuman isotonik. Daniel agak kewalahan. Aku mengerucutkan bibir. Hugh!Dia pasti kegirangan setengah mati dalam hati.
Tiba-tiba Reta menarik jemariku, memaksaku ke lapangan. Aduh, Reta ini gila!Dia kelewat semangat hingga aku menabrak lengan kokoh seseorang.
“Aduh, maaf.”Aku menarik tanganku dari Reta. Dia berbalik dan keheranan menatapku.
“Tidak apa-apa, kok. Harusnya kamu yang kenapa-kenapa menabrakku. Ada yang sakit nggak?”