Sakit gigi adalah penyakit yang lebih ringan dari pada sakit hati, kata Meggy Z. Padahal, sakit gigi ya tetap sakit. Bagaimana cara praktis dan aman mengatasi sakit gigi?
***
Weekend adalah dambaan bagi pekerja--khususnya pekerja lima hari sepertiku. Tapi, saat weekend malah sakit. Apes kan...
Sabtu siang, aku mengikuti persiapan Sekolah Minggu di gereja. Sekolah Minggu pun harus disiapkan? Iya dong! Pendidikan iman anak penting dipersiapkan di era digital yang banyak toksik seperti saat ini.
Siang-siang, panas. Meski AC ruangan sudah dinyalakan, aku masih merasa panas, khususnya di tenggorokan. Panas dalam. Tenggorokan kering dan serak.
Hari Minggu, tenggorokanku betulan tercekat, hampir tak bisa bicara. Sehingga lipsing saat ibadah dan tidak bisa memimpin evaluasi Sekolah Minggu.
Sabtu Minggu, biasanya aku bisa menikmati waktu bersama keluarga, aku habiskan lebih banyak waktu untuk tidur. Ya, tidur adalah salah satu mekanisme penyembuhan diri yang efektif buatku. Selain tentu saja minum obat (aku lebih memilih herbal) dipaksa makan meski lidah rasa pahit, dan periksa ke dokter kalau sakit berlanjut.
Akibatnya, aku tidak bisa datang rapat pembubaran perayaan HUT Kemerdekaan RI di lingkup RT. Tidak bisa menulis artikel untuk kompetisi di Kompasiana. Susah ya...
Radang tenggorokan hilang, sakit gigi datang. Aku sudah minum obat. Sudah mengonsumsi madu. Sudah istirahat. Tapi belum reda. Aku pun mengecek di cermin.Â
ASTAGA! Gusi kananku bengkak besar, mendesak pipi. Ini bengkaknya bagai ditampol kaki gajah, segede gaban.Â
Mendengar keluhanku, istriku cepat tanggap dhar dhor. Dia mengambil sesuatu dari rak bumbu, lalu merebusnya di kompor. Benda apa itu?