Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Nona Orang-orangan Sawah

8 Juni 2021   05:45 Diperbarui: 8 Juni 2021   05:50 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:jogja.idntimes.com

Oh, ya. Sekadar mengenang kebersamaan kami --- aku dan lelaki muda itu. 

Aku mengenalnya ketika ia masih belia, masih belasan tahun. Aku melihatnya --- kala itu, di suatu pagi ia berlari-lari kecil di sepanjang pematang sawah.

"Selain menyiangi rumput, tugasmu menarik-narik nona cantik itu, ya!" Tarjo, salah seorang buruh tani yang sudah lama bekerja pada juragan Romli memberinya mandat. Ia mengiyakan seraya melambaikan tangan dengan riang.

Itulah awal aku jatuh hati padanya, pada semua yang dimilikinya. Sorot matanya yang bening, tawanya yang riang, tubuh kurusnya yang ringkih, ah, semua membuatku terkagum-kagum. Dan, kekagumanku kian tumbuh subur bak jamur di musim penghujan begitu mengetahui perjalanan hidupnya yang mengenaskan. Ia hidup sebatang kara. Kedua orangtuanya telah meninggal dan mewariskan hutang bertumpuk pada juragan Romli.

Ya. Rahman. Nama bocah kurus itu. Ia melakukan kewajiban yang tidak seharusnya dilakukannya. Ia wajib mencicil hutang orangtua yang berbunga-bunga dengan menggadaikan tenaga sampai batas waktu yang tidak dijelaskan.

Meski begitu Rahman yang lugu melakukan pekerjaannya dengan baik. Usai menyiangi rumput, membersihkan gulma, kakinya yang tak beralas gegas berlari menuju dangau. Lalu tangannya yang kurus meraih tali rafia yang terhubung dengan pinggang rampingku.

"Ayooo... nona cantik! Menarilah! Usir burung-burung pematuk buliran padi itu!" Ia berseru berulang kali, menyemangatiku. Meski aku tahu ia tidak sepenuhnya menarik tali rafia di tangannya. Sebab seperti halnya diriku, ia tidak sampai hati mengusir burung-burung yang singgah mencari makan di lahan persawahan yang kian hari kian menciut ukurannya.

"Juragan Romli berniat menjual sebagian sawahnya lagi kepada pengembang perumahan. Kalau semua sawah di sini habis terjual, kemana burung-burung kecil itu akan mencari makan?" Pernah suatu hari bocah kecil itu mengeluh demikian. Ekspresinya terlihat sangat sedih.

"Mulai sekarang kau bisa menyembunyikan bulir-bulir padi di dalam saku kemejaku untuk persediaan makan burung-burung itu jika kelak sawah milik juragan Romli benar-benar habis terjual." Aku berusaha menghiburnya. Dan, ia tersenyum, menatapku dengan sorot matanya yang bening. Manis sekali.

"Kau baik sekali, nona cantik. Jika kelak sudah dewasa aku ingin memiliki istri sepertimu."

***
Pintu gudang berderit perlahan. Membuyarkan lamunanku tentang sosok kecil Rahman. Seekor kucing tua, berbulu abu-abu lusuh, menyeruak masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun