Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berkenalan dengan Hantu Penunggu Ruang Praktik

16 Oktober 2020   06:53 Diperbarui: 16 Oktober 2020   07:19 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa bulan lalu, awal-awal bekerja menjadi asisten dokter, sungguh hati saya diliputi rasa cemas dan gugup yang amat sangat.

Bagaimana tidak, saya yang tidak memiliki basic di bidang medis tiba-tiba harus berkecimpung di dunia yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh saya.

Untunglah, dokter orangnya sangat baik dan tidak pelit dalam berbagi ilmu dan membimbing saya. Hingga lambat laun saya mulai terbiasa menggunakan alat-alat medis, meracik obat-obatan, melayani dan menghadapi pasien dalam berbagai keadaan dan karakter.

Saya pun tidak segan bertanya kepada dokter jikalau ada sesuatu yang tidak saya pahami atau kurang saya mengerti.

Tapi meski begitu, ada satu hal yang tidak pernah berani saya tanyakan kepada beliau. Tentang; apakah ruang praktik yang kami tempati ini ada penunggunya? Sebab saya tahu pasti apa jawaban dokter nanti. Bukankah dunia medis tidak mempercayai hal-hal demikian?

Jadilah saya bertanya-tanya di dalam hati. Apakah---ah, tidak! Semoga ini hanya perasaan saya saja.

Mengapa saya merasa ruang praktik dokter ada penunggunya?

Ceritanya begini. Suatu pagi, di hari ketiga saya mulai masuk kerja, seperti biasa tugas rutin saya adalah merapikan meja praktik, mengganti sprei untuk pasien, dan menyiapkan apa-apa yang nanti dibutuhkan oleh dokter.

Saat membuka ruang praktik itulah saya tertegun. Pintu yang saya buka terasa berat. Seperti ada yang mendorong dari belakang. 

Dan, memang. Sempat terjadi adegan saling dorong antara saya dengan...

Dengan siapa?

Perasaan tidak enak pun mulai menghinggapi perasaan saya. Bukankah anak kunci ada pada saya? Masa dokter datang duluan dan mengisengi saya?

Jelas itu tidak mungkin. Dokter selalu datang ke tempat praktik satu jam lebih lambat dari saya.

Kembali ke adegan saling dorong antara saya dan entah siapa. Akhirnya sayalah yang menjadi pemenangnya. Horeeeee...Saya segera menyeruak masuk ke dalam ruangan. Melihat sekeliling.

Huft. Ternyata tidak ada siapa pun. Saya hanya melihat benda-benda mati penghuni ruang praktik.

Baiklah. Meski begitu saya harus tetap berpikir pisitif. Barangkali, bisa saja ada sesuatu yang tadi mengganjal daun pintu.

Tapi, belakang daun pintu---kok bersih? Tidak ada apa pun yang patut saya curigai.

Saya mulai diliputi rasa was-was. Jangan-jangan ruang praktik ini memang ada penunggunya. Dan si penunggu ingin berkenalan dengan saya.

Demi mengabaikan perasaan tidak keruan, saya menyibukkan diri dengan membuka lemari obat-obatan. Memeriksa apakah stok obat-obatan untuk hari ini masih tersedia.

Saat sibuk memeriksa botol-botol obat itulah saya dikejutkan oleh suara derit kursi yang membuat saya menoleh.

Sontak dada saya berdegup kencang. Kursi putar yang biasa diduduki oleh dokter bergerak-gerak sendiri. Ke kanan dan ke kiri. Dan, mata saya sempat menangkap sosok kecil tengah duduk santai di atas kursi putar itu.

Sosok itu jelas bukan dokter!

Sekedipan mata sosok itu kemudian menghilang. Diikuti kursi putar yang perlahan berhenti bergerak.

Saya menarik napas panjang sembari memberanikan diri berjalan ke arah dua jendela yang selama ini tidak pernah dibuka.

Saya segera menarik engsel jendela-jendela itu. Lalu menguak daunnya lebar-lebar. 

Semilir angin dari kebun yang terletak tepat di samping ruang praktik, seketika leluasa masuk. Berembus sejuk.

Saya merasa sedikit lebih tenang sekarang.

Tapi mendadak saya dikejutkan lagi oleh sesuatu. Suara kran air yang mengucur deras berasal dari kamar mandi khusus untuk dokter.

Duh, apakah kemarin dokter lupa mematikan kran usai dari kamar mandi? Saya kira tidak. Dokter adalah orang paling teliti yang pernah saya temui seumur hidup saya.

Jadi, bunyi kran air itu?

Saya harus segera mematikannya! Kalau tidak saya bisa ditegur keras oleh dokter.

Kran air sudah beres. Saya kembali berjalan ke ruang praktik. Tapi---lagi-lagi saat melewati lemari tua tempat obat-obatan disimpan, dada saya berdesir. Kok mendadak tercium aroma wangi bunga melati, ya?

Ah, sudahlah. Saya harus mengabaikan semuanya. Sebab saya sudah mendengar Mbak-mbak di apotek berseru lantang, memanggil-manggil saya.

"Suster! Dokter datang!"

***
Malang, 16 Oktober 2020
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun