Ia menghilang di sebuah tikungan, yang mungkin saja tikungan itu adalah jalan menuju ke arah rumahnya.
Suatu hari kami bertemu lagi. Kali ini diperantarai oleh matahari. Aku sedang duduk terpekur di halaman samping rumah ketika---lagi-lagi, kulihat Lidia sedang mengejar seekor kucing.
"Ayolah, Momo. Jangan bermain jauh-jauh! Nanti kamu hilang!"
"Kucingmu tidak akan hilang. Ia pasti kembali. Seperti halnya dia, kekasihku. Aku yakin suatu hari ia akan kembali menemuiku."
Begitulah. Kami lantas berbincang-bincang akrab. Lidia tampak antusias menceritakan tentang kucing-kucingnya. Dan aku, gembira menceritakan tentang kekasihku.
Sejak saat itu kami jadi sering bertemu. Duduk berdua di atas lincak bambu yang terletak di samping rumah. Menikmati langit senja yang kadangkala suka sekali berubah-ubah warna.
***
Suatu pagi. Hujan turun sangat deras. Bagai tercurah dari langit. Dan udara dingin yang menggigit membuatku malas beranjak. Aku hanya duduk diam memeluk lutut menatap butiran air yang jatuh di halaman, yang sesekali tertiup angin lalu memercik pada kaca jendela membentuk butiran embun.
Jarum jam belum menunjukkan angka enam dengan sempurna ketika terdengar suara erangan kecil dari balik pintu.
Itu Momo. Kucing kesayangan Lidia. Aku hafal betul suaranya.
Buru-buru aku beranjak dari tempat duduk dan berjalan ke arah pintu. Sempat terlintas dalam pikiran, Momo pasti tidak datang sendiri. Ada Momo tentu ada Lidia. Biasanya sih selalu begitu.
Tapi ternyata aku salah. Saat daun pintu terbuka yang kulihat hanya Momo. Tidak ada Lidia bersamanya.