"Tidakkah kau sempat menguping pembicaraan mereka? Maksudku--pembicaraan antara Tuan Leipeis dan gadis itu," awan bergerak sedikit.
"Aku hanya sempat mendengar gadis itu menyebut nama seseorang. Kalau tidak salah, Rufina," jawab angin seraya mengembuskan napasnya.
"Rufina? Kukira aku tahu siapa dia!" awan terpekik. Lalu ia memberi tanda dengan kedipan mata ke arah angin agar mereka berarak menjauh.
Sepertinya awan sudah tak sabar ingin menyampaikan sesuatu kepada sahabatnya yang tak berwujud itu. Sesuatu yang amat rahasia.
***
Dan mulailah awan bercerita kepada angin.
Rufina adalah perempuan berambut merah. Yang memiliki garis tegas pada kedua tulang pipinya. Rufina tinggal di tepi hutan bersama ayahnya, Pedro, seorang tabib.
Suatu hari Pedro meminta Rufina membantunya mencari tumbuh-tumbuhan langka di dalam hutan. Dan Rufina dengan senang hati menyanggupi permintaan ayahnya itu.
Pagi-pagi sekali Rufina sudah berangkat meninggalkan rumah, menenteng keranjang berisi bekal makanan dan minuman. Ia mengenakan jaket tebal dan penutup kepala. Kebetulan saat itu adalah musim dingin.Â
Ia berjalan kaki sambil berdendang riang. Selalu begitu. Rufina selalu merasa senang jika mendapat perintah menjelajahi hutan.
Meski harus menempuh perjalanan jauh, Rufina sama sekali tidak mengeluh. Ia menikmati setiap jengkal tanah dan setiap hampar indah yang disuguhkan oleh alam di hadapannya. Sesekali kakinya berhenti. Mengamati rumput-rumput liar yang tumbuh di sela bebatuan.Â