Temanku yang guru SMP bilang kalau ia akan mengikuti pelatihan "coding" untuk diajarkan pada siswanya di tahun ajaran baru ini. Ia bukan guru dengan latar belakang informatika. Makanya bukan sukacita yang saya dengarkan darinya melainkan sambat, keluhan.
Hadeeh, kalau calon gurunya saja sudah sambat, bagaimana nanti dengan siswanya ya? Begitu kata saya dalam hati. Makin hari makin berat saja beban guru-guru itu. Tapi, beban berat yang harus mereka pikul worth it nggak ya?
Duluuu sekali, saat saya masih sekolah, saya pernah membaca buku dengan judul Catatan dari Bawah Tanah karangan Fyodor Dostoyevsky. Eh walaupun saat itu masih jadi murid, tapi bukan murid SD lho ya. Kayaknya kalau masih murid SD, saya nggak bakalan mudheng baca Dostoyevsky atau pun Tolstoy!
Mungkin murid SMP akhir atau SMA lah. Yang jelas bukan murid SD. Buku itu diterbitkan oleh Pustaka Jaya dan sudah lusuh. Saya juga nggak paham-paham amat dengan Catatan dari Bawah Tanah itu. Tapi dengan begitu saya jadi kenal Fyodor Dostoyevsky.
Selang beberapa waktu setelah membaca Catatan dari Bawah Tanah, saya membaca Impian Pamanku. Itu buku kedua karangan Fyodor Dostoyevsky yang saya baca. Mulailah saya menyukai Dostoyevsky. Membaca bukunya yang terakhir itu meninggalkan kesan yang mendalam sehingga saya mulai pingin mengenal siapa sebenarnya Dostoyevsky itu.
Kebetulan saat itu warung internet mulai marak. Dengan berbekal 15 ribu rupiah saya menyewa satu komputer warnet itu untuk mencari tahu siapa sebenarnya Dostoyevsky itu. Saya mengetik kata Fyodor di google karena saya kesulitan mengeja Dostoyevsky. Muncullah Fyodor di urutan pertama hasil pencarian.
 Langsung saya klik urutan pertama itu. Tapi alih-alih menemukan Fyodor Dostoyevsky saya malah menemukan Fyodor yang lain. Di baris pertama dia menulis:
"Hi! My given name is Gordon Lyon, though I often go by Fyodor on the Internet."
Oh ternyata benar. Ini bukan Fyodor yang saya cari. Melainkan seseorang yang bernama Gordon Lyon dan menggunakan nama Fyodor sebagai nama samaran. Tapi saya jadi penasaran dibuatnya. Siapa Gordon Lyon ini? Kok dia memakai nama samaran Fyodor di internet? Saya skrol ke bawah dan menemukan kalimat ini:
"I am a hacker"
Oh dia seorang hacker. Seorang peretas. Saya tambah penasaran. Mengapa seorang hacker memakai nama seorang sastrawan terkenal dunia sebagai nama samaran? Saya skrol lagi ke bawah dan menemukan baris ini:
"Like many hackers, I enjoy reading. For a while in the early 90s I was particularly enamored with Russian author Fyodor Dostoevsky. Shortly after reading his Notes From Underground, I logged onto a new BBS using the handle Fyodor as a whim."
Saat ini, setelah mendengar keluhan teman saya yang guru SMP itu, saya kembali teringat dengan perkataan Gordon Lyon itu. Yang saya ingat betul adalah kalimat pertamanya:
"Seperti banyak hacker lainnya, saya senang membaca."
Perkataan dia itu sangat jelas. Seolah menegaskan bahwa seorang hacker, seorang peretas, seorang programer komputer itu mestinya adalah seorang pembaca buku. Seorang kutu buku. Budaya literer harus mengakar dulu sebelum seseorang itu belajar "coding". Ekstrimnya, sepertinya seseorang tidak akan bisa menguasai ilmu pemrograman kalau ia bukan seorang literer yang kuat.
Padahal tingkat literasi kita belum juga membaik. Belum lagi jika kita bicara tentang kemampuan numerasi anak-anak kita yang setali tiga uang. Padahal kemampuan numerasi diperlukan untuk berpikir logis. Karena seorang programer harus memiliki kemampuan berpikir logis yang baik. Â
Hhhhhhh. Saya menarik napas dalam-dalam. Efektifkah pembelajaran "Coding" itu nanti? Apakah kita ini tidak terlalu buru-buru membangun dinding sebelum membangun pondasi yang kuat?
Ah semoga saya salah. Pembuat kebijakan tentu sudah mempertimbangkan semua itu dengan matang. Semoga saya yang salah karena kenaifan saya. Yah itulah cara saya menghibur diri.
Saya beranjak ke kamar mandi untuk menyikat gigi. Sudah larut. Sudah waktunya tidur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI