Oh dia seorang hacker. Seorang peretas. Saya tambah penasaran. Mengapa seorang hacker memakai nama seorang sastrawan terkenal dunia sebagai nama samaran? Saya skrol lagi ke bawah dan menemukan baris ini:
"Like many hackers, I enjoy reading. For a while in the early 90s I was particularly enamored with Russian author Fyodor Dostoevsky. Shortly after reading his Notes From Underground, I logged onto a new BBS using the handle Fyodor as a whim."
Saat ini, setelah mendengar keluhan teman saya yang guru SMP itu, saya kembali teringat dengan perkataan Gordon Lyon itu. Yang saya ingat betul adalah kalimat pertamanya:
"Seperti banyak hacker lainnya, saya senang membaca."
Perkataan dia itu sangat jelas. Seolah menegaskan bahwa seorang hacker, seorang peretas, seorang programer komputer itu mestinya adalah seorang pembaca buku. Seorang kutu buku. Budaya literer harus mengakar dulu sebelum seseorang itu belajar "coding". Ekstrimnya, sepertinya seseorang tidak akan bisa menguasai ilmu pemrograman kalau ia bukan seorang literer yang kuat.
Padahal tingkat literasi kita belum juga membaik. Belum lagi jika kita bicara tentang kemampuan numerasi anak-anak kita yang setali tiga uang. Padahal kemampuan numerasi diperlukan untuk berpikir logis. Karena seorang programer harus memiliki kemampuan berpikir logis yang baik. Â
Hhhhhhh. Saya menarik napas dalam-dalam. Efektifkah pembelajaran "Coding" itu nanti? Apakah kita ini tidak terlalu buru-buru membangun dinding sebelum membangun pondasi yang kuat?
Ah semoga saya salah. Pembuat kebijakan tentu sudah mempertimbangkan semua itu dengan matang. Semoga saya yang salah karena kenaifan saya. Yah itulah cara saya menghibur diri.
Saya beranjak ke kamar mandi untuk menyikat gigi. Sudah larut. Sudah waktunya tidur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI