- Penguatan Kapasitas Agen: untuk mencegah terjadinya korupsi, penguatan kapasitas agen seperti ASN dan para pejabat harus dilakukan. Misalnya, melalui pelatihan integritas, etika publik, dan pendidikan anti-korupsi yang seharusnya bisa diberikan ke warga negara sejak kecil.
Pemberian pendidikan anti-korupsi membuat seseorang percaya bahwa tindakan tersebut tidak hanya merugikan diri sendiri namun masyarakat luas dan negara. Oleh sebab itu, mereka akan berpikir ulang jika ingin melakukan korupsi.
- Pelindungan pelapor: Apabila masyarakat sipil ingin benar-benar dilibatkan sebagai pengawas tindakan korupsi, maka pemerintah harus hadir dalam melindunginya. Sebab, tanpa adanya pelindungan yang kuat maka para pelapor bisa saja mendapat ancaman dari para pelaku korupsi.
Apabila pemerintah tidak berperan dalam memberikan pelindungan maka banyak masyarakat yang enggan dan kapok untuk membuat laporan apabila mereka melihat atau mencurigai adanya tindakan korupsi.
 - Pemimpin Teladan: Untuk memberantas korupsi di suatu negara termasuk Indonesia tentu saja diperlukannya sosok pemimpin teladan yang mampu menjadi role model untuk membuat perubahan dalam sistem.
Dengan adanya perubahan sistem yang tegas, maka tindak korupsi yang sudah mengakar dan menjadi suatu budaya di sebuah perusahaan akan berkurang dengan sendirinya. Para pelaku korupsi di perusahaan tersebut akan lebih berhati-hati dan terus berpikir ulang meski tindakan korupsi sudah menjadi budaya di lingkungan kerjanya.
3. Reproduksi Praktik Sosial Baru (Budaya Anti-Korupsi): Fokus pada perubahan nilai dan norma sosial.
 - Sosialisasi Nilai Integritas: Sosialisasi nilai integritas dalam praktik pelayanan publik harus terus dilakukan guna mencegah terjadinya korupsi.
- Norma Sosial Baru: Pemimpin negara yang teladan harus mampu menciptakan norma sosia yang baru. Misalnya, yang tadinya korupsi dianggap sudah menjadi budaya maka harus dirubah bahwa korupsi merupakan hal yang tabu dan bertentangan dengan nilai-nilai institusi.
- Keterlibatan Masyarakat dan Media: Masyarakat dan media merupakan dua hal yang harus terus dilibatkan sebagai kontrol sosial tehradap agen dan struktur. Tanpa adanya kontrol sosial yang baik maka tindakan korupsi akan terus merajalela di Indonesia.
Masyarakat bisa melapor apabila menemukan tindak korupsi di mana pun itu, baik di tempat kerjanya, di kantor pelayanan publik dan lainnya. Dengan adanya laporan tersebut, maka tindak korupsi itu bisa segera diselediki dan diatasi.