Mohon tunggu...
Eka Sari Pancasilawati
Eka Sari Pancasilawati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru SD yang sangat tertarik dengan perkembangan positif dunia pendidikan saat ini. Dimana kita sangat menghargai potensi diri siswa kita masing-masing untuk bisa berkembang sesuai kodratnya.(KHD)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Tengah Rintik Hujan

16 Oktober 2022   18:15 Diperbarui: 16 Oktober 2022   18:21 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Part 1

Hari mulai beranjak petang. Lampu - lampu jalan sudah mulai menyala, sinarnya menerangi jalan desa kecil ini.

Seperti biasa Rindu baru saya menginjakkan kaki di desanya. Sabtu ini memang ia sengaja pulang tanpa memberi kabar ibunya. "Surprise,"katanya dalam hati.

Jalan setapak ini menjadi saksi jatuhnya air mata ibu ketika melepasnya untuk mulai bekerja di Kota Salatiga. 

" Ah, masih saja kenangan itu mengikuti hari-hariku." gumam Rindu. 

" Baru sampai, Mbak Rindu?" tanya Banu anak Bu Indah mengagetkanku.

"Iya, Nu. Tadi sedikit macet di  jalan." jawabku.

" Mbak Rindu pulang sendiri aja?" tanyanya penuh selidik sambil menoleh mencari-cari.

" Iya, Nu. Ah, kamu ini...kepo."jawabku sambil sedikit memajukan wajahku ke arahnya.

" Sini aku bantu bawakan tas itu, Mbak!" pintanya langsung merebut tas tangan yang aku bawa.

Seperti biasanya Banu selalu menemaniku berjalan menyusuri temaram jalan desa ini. Sesekali aku dengar ia mendendangkan sebuah lagu. Terkadang juga bersiul-siul gembira sepanjang jalan. Rintik hujan petang itu tak begitu terasa karena kehadiran Banu. Rumah ibu sudah mulai terlihat. Sebuah gubug sederhana di perbatasan desa. Tempat ibu dan adikku tinggal.

" Mbak Rindu, Banu antar sampai sini aja ya." katanya sambil menyerahkan tas tanganku. 

'Tumben, ayo mampir dulu. Mbak Rindu punya roti lo. Tadi mbak beli sebelum berangkat naik bus." jawabku membujuknya.

Terlihat Banu sedikit ragu-ragu. Lalu menganggukkan kepalanya tanda setuju. Kami pun bersama menyusuri jalan kecil menuju rumahku. Sampai di depan pintu aku memanggil-manggil ibu. Tapi tak ada satu pun jawab. Sambil kulihat sekeliling. Biasanya akan ada sepeda ibu di teras samping. Banu juga membantuku melihat ke samping rumah, siapa tahu ada ibu atau adikku. 

Sepertinya ibu dan adikku sedang tidak ada di rumah. Akhrnya aku dan Banu menunggu di teras rumah. Kukeluarkan roti yang aku janjikan tadi. kami duduk menunggu sambil makan roti. Banu tampak antusias sekali. Lahap ia menghabiskan roti itu.

" Enak sekali rotinya , Mbak Rindu." tiba-tiba Banu berceloteh polos. 

" Kamu suka, Nu?"tanyaku.

"Iya, mbak . Suka sekali. Ngga ada roti seperti ini di desa kita. " katanya dengan tetap melahap roti pemberianku.

Rintik hujan masih menemani kami. Tapi belum ada juga tanda-tanda ibu dan adikku pulang. Tak terasa rasa kantu mulai menyerangku perlahan dan pasti. Dengan posisi duduk aku mulai memejamkan mataku. 

Antara sadar dan tidak, aku mendengar orang-orang membangunkan aku.

" Mbak Rindu, bangun mbak." kudengar suara adikku memanggil membangunkanku.

Perlahan kubuka mata. Terkejut melihat orang banyak mengelilingiku.

" Ada apa dengan ibu, Dhek?' tanyaku memburu pada Sukma adikku.

" Mbak, sadar dulu. Ibu baik-baik saja." jawabnya.

"Lalu?" tanyaku masih dalam keadaan bingung.

Pak Broto menghampiri aku. Tampak ada sesuatu yang ingin disampaikannya.

" Mbak Rindu, kok ada di sini?" tanya Pak Broto padaku.

" Iya pak, saya tadi menunggu ibu dan Sukma. Saya ketok-ketok pintu tak ada jawaban. Saya pikir mereka pasti sedang pergi."jawabku menjelaskan.

" Mbak Rindu, sepertinya belum sadar ada di mana, ya?" tanya Pak Broto.

Aku menebar pandangan ke segala arah. Ternyata aku ada di bawah papringan bambu di batas desa. Tempat biasa kami dulu bermain air karena di bawah sana ada sumber air. Masih dalam kebingungan, aku mencari Banu. Iya Banu anaknya Bu Indah yang menemaniku sepanjang perjalanaan tadi dan bahkan menunggu ibu dan adikku sambil kita makan roti.

Pak Broto, Sukma , dan warga lain saling berpandangan. Sepertinya ada rahasia yang aku belum tahu. Masih diiringi rintik hujan petang ini.

*lanjut di part2 ya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun