Mohon tunggu...
Eka Retno
Eka Retno Mohon Tunggu... Guru - Master of Sociology, University of Indonesia

Memiliki ketertarikan pada aktivitas menulis dan isu-isu sosia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meritokrasi Pendidikan di Indonesia: Apakah Sudah Adil?

9 November 2022   15:18 Diperbarui: 9 November 2022   15:25 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Konsep meritokrasi dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang memberikan pemerataan kesempatan bagi semua siswa untuk memperoleh pendidikan. 

Kesempatan yang merata merujuk pada kesetaraan dalam memperoleh akses pendidikan tanpa adanya diskriminasi di dalam sebuah institusi, terutama sekolah. Artinya, setiap siswa dapat berkompetisi secara adil dengan menunjukkan kemampuan nya pada bidang tertentu.

Dalam memenuhi upaya pemerataan pendidikan dan menciptakan peserta didik yang kompeten, kementrian pendidikan telah memberikan bantuan operasional pendidikan bagi sekolah. 

Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut, pertama, memberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) bagi peserta didik yang berusia 6-12 tahun untuk membeli buku, seragam sekolah, dan alat tulis.  

Kedua, pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dapat digunakan untuk membangun sarana dan prasarana sekolah. BOS juga bertujuan untuk membeli alat penunjang pendidikan di sekolah seperti LCD Proyektor, laptop dan perangkat multimedia lainnya. 

Ketiga, pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) berupa penyediaan dana bagi anak-anak yang bersekolah di jenjang Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas yang digunakan untuk biaya operasional sehari-hari siswa yang kurang mampu seperti transportasi, seragam, dan buku penunjang pelajaran. 

Pada masa pandemic, bantuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membeli kuota internet bagi siswa agar dapat mengikuti pelajaran secara daring. 

Terakhir, penyediaan layanan pendidikan berupa ujian kesetaraan yang dinamakan Paket A (setara dengan Sekolah Dasar), Paket B (setara dengan Sekolah Menengah Pertama), dan Paket C (setara dengan jenjang Sekolah Menengan Atas).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2018 proporsi remaja usia lima belas tahun ke atas dengan kemampuan teknologi informasi dan komputer berada di angka 49,73%. Tahun 2021, kemampuan siswa usia remaja di atas lima belas tahun baik laki-laki maupun perempuan meningkat menjadi 70,17%. 

Dari data tersebut dapat terlihat bahwa bantuan operasional yang diberikan memberikan pengaruh signifikan dalam menciptakan pelajar yang berkompetensi terhadap kemajuan terknologi. 

Keseluruhan faktor di atas, ditujukan agar siswa mampu bersaing di dalam dunia kerja dan memiliki kemampuan yang sesuai dengan tututan globalisasi. 

Namun, apakah bantuan dana dan fasilitas pendidikan menjadi faktor utama dalam mewujudkan sistem meritokrasi dalam dunia pendidikan di Indonesia?

Keberhasilan seseorang dalam dunia pendidikan faktanya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sarana dan prasarana sekolah. Beberapa faktor sosial pendukung juga diungkapkan oleh tokoh sosiologi. 

Bowles dan Gintis menyatakan bahwa ada faktor lain yang menghambat siswa dari kelas ekonomi bawah tidak mampu bersaing dengan siswa kelas atas karena terdapat sponsored mobility. 

Konsep sponsored mobility dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mendapatkan sesuatu dengan kualitas yang lebih baik seperti membeli buku dan masuk ke sekolah yang lebih baik. 

Siswa kelas menengah ke atas didukung juga oleh social closure. Menurut Breen, social closure ditandai dengan siswa yang memiliki kapital sosial yang dapat lebih menunjang masa depan mereka seperti koneksi orang tua.

Terkait dengan masalah Kesehatan, siswa dengan tingkat ekonomi lemah seringkali mengalami kondisi kesehatan yang tidak menentu seperti kelaparan dan malnutrisi, yang berpengaruh pada tingkat kehadiran di sekolah. 

Hal ini diungkapkan oleh Ramachandran dalam penelitiannya di India bahwa faktor kesehatan mempengaruhi aktivitas dan proses belajar di kela seperti kemampuan menyerap informasi. 

Dengan demikian, sistem pendidikan belum memiliki pemerataan kesempatan terutama bagi siswa yang memiliki latar belakang ekonomi menengah ke atas.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun