ENDINGNYA SUDAH JELAS
Sebuah Pendidikan Politik Untuk Rakyat
Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Saat ini sedang proses pembacaan hasil sidang sengketa hasil pemilu oleh para Hakim Mahkamah Konstitusi. Maaf saya bukan pakar hukum, dan tidak secara spisifik belajar hukum. Basic saya filsafat dan teologi. Dan saya mencoba "membaca" arah putusan hakim sesuai dengan kebiasaan selama ini.Â
Seperti sengketa pemilu sebelumnya, hasilnya sudah bisa diprediski. Permohonan para pemohon akan ditolak. Dengan demikian sengketa pemilu/pilpres kali ini. Arah akhir keputusannya sudah jelas. Gugatan ditolak. Pemenang pilpres sudah seperti yang diumumkan oleh KPU bahwa pasangan nomor 2, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.Â
Indonesia belum siap untuk melakukan apalagi menerima sebuah keputusan yang very extra ordinary. Sekalipun dalil-dalil hukumnya nampak logis dan berterima, tetapi keberanian para hakim untuk memutuskan berbeda sangat kecil kemungkinan. Bukan karena mereka tidak mampu, tetapi belum siap menerima gejolak lanjutan yang akan terjadi. Mengapa?
Kita belum siap kalah baik secara fair dalam pertandingan resmi maupun melalui jalur hukum. Semua pihak selalu ingin menang dengan cara apapun, yang nampak legal secara hukum sekalipun mengingkari etika dan hati nurani.Â
Sementara ini, etika dan nurani bukamlah patokan untuk menjalankan kehidupan berbangsa secara bermartabat. Masih banyak sebagian dari kita lebih suka menang dan berkuasa dengan cara apapun, daripada mentaati etika dan nurani. Hukum dan peraturan bisa diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan. Para pakar hukum bisa menyusun dalil-dalil yang indah dan nampak sah, legal, meski sesungguhnya itu bertabrakan dengan hati nuraninya.
Apa Pelajaran Yang Bisa Dipetik?
Bagi saya pribadi, sengketa hasil pilpres kali ini menjadi sebuah ruang pembelajaran, kelas argumentasi dan kesaksian para ahli yang gratis untuk disimak. Terlebih, dengan kehadiran seorang tokoh sepuh, guru bangsa yang sangat mumpuni dalam bidang etika dan filsafat, Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ yang dengan berani dan jujur rela hadir memberikan kesaksiannya sebagai ahli. Dia menekankan sekaligus menegaskan kembali bahwa seharusnya etika dan nurani di atas segala hukum formal lainnya. Karena etika dan nurani menjadi dasar yang menentukan bahwa manusia itu bisa bertindak baik atau benar, jujur atau curang, adil atau tidak. Tanpa etika dan nurani, segala kemegahan dan kemenangan apapun akan hampa, nirmakna, menjadi seperti sepah tebu yang sudah mulai hilang rasa manisnya karena sudah diperas airnya berkali-kali.
Sebagai warga negara yang taat, sekalipun hasil akhirnya tidak sesuai dengan ekspetasi pribadi, saya senang karena sudah mendapatkan pelajaran gratis tentang etika dan nurani dalam negara hukum. Hukum tetaplah di bawah etika dan nurani. Karena hukum hanyalah salah satu cara untuk mengatur agar orang bertindak dan bersikap adil mulai dari dirinya sendiri di hadapan sesama dan negara.
Setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum. Maka sudah sepantasnya pendidikan politik sebagaimana yang ditunjukkan (sebagian kecil dalam sidang sengketa hasil pemilu/pilpres) dinikmati oleh seluruh warga, tidak peduli dia mendukung pasangan yang mana.Â