Mohon tunggu...
Eka Maulidia
Eka Maulidia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswi

Dalam Sukar, Hitunglah Kesyukuranmu. Dalam senang, Awasi kealpanmu setitik derita melanda , segunung karunia-NYA @UmmiNarsih..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Puasa Wajib, Syarat, dan Rukunnya

18 April 2021   20:39 Diperbarui: 18 April 2021   21:41 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Eka Maulidia

Npm : 41182911190014

Jurusan : Tarbiyah/Semester 4

Bismillahirrahmanirrahim..

Setiap Ibadah tentunya mempunyai hukum-hukum tertentu yang tujuannya adalah untuk membekali seseorang agar dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan dalil aqli yang gunanya untuk melaksanakan & mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan baik & benar. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas Fiqh: Makna puasa, Syarat dan Rukunnya.

Kata fiqih berasal dari bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari akar kata -- (faqaha-yafkuhu-fiqhan) yang artinya paham yang mendalam.

Pengertian Fiqh menurut para Ulama:

1. Al-Utsaimin

Fiqh ialah Mengenal hukum-hukum syar'i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang terperinci)

2. Az-Zarkasyi

Fiqh ialah Ilmu tentang hukum-hukum syar'i yang bersifat amaliyyah yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci.

3.Imam Al-Haramain

Adalah ilmu tentang hukum-hukum perbuatan mukallaf secara syar'i bukan secara akal.

Dari definisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Fiqh adalah ilmu tentang hukum syar'i,selain itu Pembahasan fiqih hanya yang bersifat amaliyyah, seperti tata cara sholat, zakat, haji dan semisalnya di dalam ilmu fiqh, tidak membahas hukum akal dan hukum adat Dalam , ilmu fiqih digali berdasarkan dalil-dalilnya yang terperinci. Ilmu fiqih juga membahas hukum perbuatan mukallaf seperti wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.

  • Sumber-Sumber Ilmu Fiqh itu ada 4 yaitu:

a. Al-Qur'an

b. As-Sunnah

c. Ijma'

d. Qiyas

  • Objek-objek Ilmu Fiqh

Secara umum bahwa objek Ilmu Fiqh itu ada 2 yakni:


  • Fiqih ibadah : yaitu Ilmu yang membahas tentang hukum-hukum ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya.
  • Fiqih muamalah : yaitu Ilmu yang membahas tentang hukum-hukum interaksi sesama manusia, seperti pernikahan, perceraian, perdagangan, hutang piutang, tindak pidana, politik dan sebagainya.

Yang Akan kita bahas disini adalah tentang Puasa,Puasa merupakan suatu ibadah yang bukan hanya milik islam semata. Sebab, Al Qur'an telah Memberitahukan bahwa puasa sebenernya sudah di wajibkan pada umat-umat sebelum islam. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqoroh Ayat 183:

Artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, [Al-Baqarah/2:183]"

Meskipun namanya sama akan tetapi setiap puasa masing-masing agama memiliki aturan yang berbeda. Islam sendiri memiliki kurikulum yang khas atau jelas yaitu menahan diri dari makan dan minum dan hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari lillahita'ala. Sedangkan agama lain ada yang berpuasa berhari-hari ada juga yang berpuasa hanya dalam hal makanan makanan yang disukainya saja seperti orang menyukai daging maka puasanya adalah puasa tidak makan daging tetapi masih banyak makanan lainnya.

Kata Puasa Sendiri dalam bahasa Arab disebut shaumun atau shiyamun, artinya menahan diri dari. Seperti firman Allah di dalam Alquran dalam Surah Maryam yang artinya "sesungguhnya aku Maryam telah bernazar berpuasa tidak bicara untuk Allah yang maha pemurah maka aku tidak akan berbicara dengan seseorang manusia pun pada hari ini. Orang yang diam tidak berbicara disebut shaa'im yang artinya ia sedang menahan diri dari perkataan

Sedangkan Dalam istilah Islam puasa atau saum berarti sesuatu bentuk ibadah berupa menahan diri dari makan dan minum hubungan seks dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu, menahan dari segala sesuatu yang menyebabkan batalnya puasa bagi orang islam yang berakal, sehat, dan suci dari haid dan nifas bagi seorang muslimah.

  • Makna Puasa

Setiap ibadah yang disyariatkan Allah kepada umat manusia pasti mengandung manfaat, yakni berupa manfaat langsung maupun tidak langsung Apakah itu manfaat dunia ataupun akhirat. Seperti halnya dengan ibadah puasa Allah menempatkan ibadah puasa ini sebagai ibadah yang sangat istimewa. Karena sangat begitu istimewa Allah bahkan merahasiakan pahala bagi orang yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad Saw, sebagaimana yang disampaikan Abu Hurairah, membacakan sebuah hadis qudsi terkait puasa:

"Allah Swt berfirman, puasa itu untukku dan Aku yang akan langsung mengganjarnya. Seseorang mengabaikan syahwat, keinginannya untuk makan dan minum hanya karena Aku. Puasa merupakan tameng. Ada dua kebahagiaan orang yang berpuasa: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhannya. Aroma mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan wangi minyak Misik." (HR. Al-Bukhari)

Dari hadis di atas dapat kita petik hikmahnya,bahwa barang siapa yang istiqomah berpuasa, dengan arti ia mengendalikan hawa nafsu, syahwat dan kehendaknya kepada maksiat hanya karena Allah Swt, maka bersiap-siaplah untuk merasakan kebahagiaan yang luar biasa kelak di Hari Kiamat.

Tidak berhenti sampai disini,bahwa makna puasa sendiri yang perlu kita ingat bahwa berpuasa tidaklah sebatas hanya menjaga nafsu dan syahwat namun lebih dari itu berpuasa adalah menjaga diri agar tidak melakukan hal-hal yang dibenci oleh Allah seperti berbohong menggunjing mengadu domba sumpah palsu dan melihat dengan syahwat.

Karena sejatinya dari mulut orang berbohong keluar bau yang sedemikian besarnya sehingga mengganggu para malaikat sampai ke langit yang ke-7 dan bau busuk Neraka adalah juga sebagian akibat tumpahan dusta dan fitnah para penghuninya. 

Sedangkan dosa yang lebih berat dari dusta dan gibah adalah tuhmah (menuduh) karena tuhmah mengandung dosa dusta dan ghibah sekaligus. Singkatnya bahwa ghibah adalah berkata benar namun tetap saja membicarakan kejelekan orang lain, sedangkan dusta adalah berkata bohong meski tidak membicarakan kejelekan orang lain Adapun orang yang melakukan atau menuduh berarti pada saat yang sama dia dan membicarakan kejelekan orang lain.

Alangkah ruginya jika selama 30 hari di Bulan Ramadhan kita hanya melewatkan waktu tersebut dengan sia-sia bahkan hanya merasakan haus dan lapar saja. Maka dari itu ketika bulan Ramadhan tiba, belajar untuk memperbaiki diri karena bulan Ramadhan merupakan madrasah untuk latihan berbuat menjadilebih baik, sehingga kebaikan itu juga lahir setelah Ramadhan.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya 'Ulumiddin menjelaskan tujuan dari berpuasa,

Artinya:

" Tujuan berpuasa adalah supaya bisa berakhlak sebagaimana sifat as-Shamad bagi Allah, juga agar manusia bisa mengikuti sifat-sifat malaikat, yaitu mengekang syahwat sebisa mungkin. Malaikat adalah makhluk yang terbebas dari syahwat. Level manusia sendiri berada di atas hewan karena dengan cahaya akal yang dimilikinya mampu menaklukkan syahwat. Akan tetapi di bawah level malaikat karena memiliki syahwat dan diuji untuk menaklukannya. Jika ia terbuai oleh syahwatnya, levelnya akan turun setara dengan hewan. Sebaliknya, jika mampu menghancurkan syahwatnya, makan levelnya akan naik setinggi-tingginya bersama golongan para malaikat." (Ihya 'Ulumiddin, juz , hal. 236) 

Melalui penjelasan Imam Al-Ghazali tersebut, kita bisa memahami bahwa puasa memiliki peran penting melatih diri dalam mengendalikan nafsu (syahwat). Nafsu sendiri memang sudah fitrah manusia, tetapi kita masih diberikan kemampuan untuk mengendalikannya, yang di antaranya dengan berpuasa. Dengan begitu, kita bisa lebih dekat dengan Allah sebagaimana para malaikat yang hidupnya didedikasikan hanya untuk beribadah.

Puasa wajib adalah puasa yang harus dilakukan dan apabila ditinggalkan maka akan mendapatkan berdosa .

Mengutip dari Artikel nu.or.id, dalam Madzahab Syafi'i bahwa Puasa Wajib itu di bagi menjadi 6 yaitu:

a. Puasa Ramadhan

Puasa Ramadan merupakan puasa yang wajib dilakukan oleh umat Muslim yang sudah baligh pada bulan Ramadan. Ibadah puasa di bulan Ramadan berlangsung selama 30 hari berturut-turut. Perintah Puasa Ramadhan terdapat di surah Al-Baqoroh ayat 183

b. Puasa Qadhla

adalah puasa yang wajib dilakukan untuk mengganti sejumlah hari puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena beberapa jenis halangan, seperti sakit parah, bepergian jauh (safar), atau menstruasi. Puasa Qadla' dilakukan dengan cara berpuasa sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Apabila puasa yang harus diganti lebih dari satu hari maka puasa dapat dilakukan secara berturut-turut ataupun terpisah

Di surat Al-Baqarah ayat 184, Allah SWT Berfirman: "...... maka barangsiapa di antara kamu sakit dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib baginya mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin."

c. Puasa Kafarat

Apabila seorang muslim secara sengaja merusak puasanya pada bulan Ramadhan, terutama dengan melakukan hubungan seksual, wajib baginya untuk menjalankan kifarah 'udhma (kifarat besar), dengan urutan kafarat (denda).

Kafarat tersebut berdasarkan hadist sahih: "Abu Huraihah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah lantas berkata, "Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan,". Beliau bersabda, "Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan,". Dijawab oleh laki-laki itu, "Aku tidak mampu". Beliau kembali bersabda, "Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut". Dijawab lagi oleh laki-laki itu, "Aku tak mampu,". Beliau kembali bersabda, "Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin," (HR Al-Bukhari).

d.Puasa saat haji dan umrah sebagai ganti dari penyembelihan hewan untuk fidyah

Saat melaksanakan ibadah haji atau umrah, seorang muslim wajib membayar denda atau disebut dam jika melanggar larangan ihram.

e.Puasa untuk al-istisqa' (shalat minta hujan)

Apabila diperintahkan oleh pemerintah Puasa dalam kaitannya dengan shalat minta hujan (Al-Istisqa') jika ada perintah dari pemerintah (Al-Hakim), juga bisa menjadi wajib dilakukan, menurut pendapat Madzhab Syafi'i.

f.Puasa nadzar

Puasa ini wajib dilakukan usai seseorang berjanji dan menyanggupi melakukan ibadah. contohnya "kalau saya juara saya akan berpuasa" puasa disini menjadi majib di lakukan.

Siapakah yang Wajib Berpuasa?

Syarat Wajib Puasa

Syarat wajib adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum melaksanakan suatu ibadah.

  • Beragama Islam. 
  •  

Perintah Allah mewajibkan puasa ada di dalam Alquran surah Albaqarah ayat 183 "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, [Al-Baqarah/2:183]" Artinya orang yang mengatakan dirinya beriman kepada Allah dan Rasulullah berarti wajib menjalankan puasa. Karena puasa adalah ibadah yang menjadi keharusan atau rukun keislamannya, sebagaimana termaktub dalam hadits yang diriwayat kan oleh Imam Turmudzi dan Imam Muslim:

"Dari Abi Abdurrahman, yaitu Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab r.a, berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Islam didirikan dengan lima hal, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya shalat, dikeluarkannya zakat, dikerjakannya hajji di Baitullah (Ka'bah), dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadhan." (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 7 dan Muslim: 19)

 

2. Baligh

Seseorang itu berkewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadhan, yaitu ia sudah baligh, dengan ketentuan ia pernah keluar mani dari kemaluannya baik dalam keadaan tidur atau terjaga, dan khusus bagi perempuan sudah keluar haid. Dan syarat keluar mani dan haid pada batas usia minimal 9 tahun. dan jika di usia.

 

3. Memiliki akal yang sempurna atau tidak gila, baik gila karena cacat mental atau gila disebabkan mabuk.

Seseorang yang dalam keadaan tidak sadar karena mabuk atau cacat mental, maka tidak terkena hukum kewajiban menjalankan ibadah puasa, terkecuali orang yang mabuk dengan sengaja, maka ia diwajibkan menjalankan ibadah puasa di kemudian hari (mengganti di hari selain bulan Ramadhan alias qadha).

"Tiga golongan yang tidak terkena hukum syar'i: orang yang tidur sapai ia terbagngun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh." (Hadits Shahih, riwayat Abu Daud: 3822, dan Ahmad: 910. Teks hadits riwayat al-Nasa'i)

 

4. Tidak dalam keadaan haid atau nifas

 

Seorang perempuan yang sedang haid atau nifas, maka puasanya tidak sah.

Namun, dalam ajaran Islam, perempuan yang mengalami haid dan nifas untuk mengganti puasanya di lain hari selain di bulan Ramadan. Dalilnya adalah hadits dari Mu'adzah, ia pernah bertanya pada 'Aisyah radhiyallahu 'anha.

Dari Mu'adzah dia berkata, "Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, 'Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha' puasa dan tidak mengqadha' shalat?' Maka Aisyah menjawab, 'Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ' Aku menjawab, 'Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.' Dia menjawab, 'Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha' shalat.

 

5. Bermukim           

Orang yang bermukim atau tidak sedang melakukan perjalanan (musafir) tidak diwajibkan berpuasa

Allah Subhananu Wa'tala bersabda; "Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah: 185)

6.Kuat menjalankan ibadah puasa.

Seseorang yang tidak diwajibkan puasa(Ramadhan) adalah mereka yang sedang sakit baik sementara maupun permanen dan orang tua yang sudah tidak kuat berpuasa jika sakitnya sementara artinya Ada kemungkinan sembuh maka boleh ia menggantinya dengan puasa, ketika sudah sembuh ia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan itu.

Bagi mereka yang tidak kuat berpuasa karena tua dan karena penyakit berkepanjangan yang keduanya tidak tidak perlu di Qadha maka mereka wajib membayar Fidyah sebanyak hari mereka tidak berpuasa dalilnya terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 184.

  • Apa saja Rukun Berpuasa?

Rukun puasa

Adapun Rukun puasa itu ada 2 yaitu:

  • Niat
  •  

Niat puasa di bulan Ramadan merupakan tahapan penting dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan. Niat ini dilakukan sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadan,niat bisa diucapkan malam harinya sebelum sahur atau setelah salat tarawih.

Dalil yang menjelaskan niat puasa Ramadhan dilakukan pada malam hari adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai berikut:

"Siapa yang tidak membulatkan niat mengerjakan puasa sebelum waktu fajar, maka ia tidak berpuasa," (Hadits Shahih riwayat Abu Daud: 2098, al-Tirmidz: 662, dan al-Nasa'i: 2293).

Adapun dalil yang menjelaskan waktu mengucapkan niat untuk puasa sunnah, bisa dilakukan setelah terbit fajar, yaitu:

"Dari Aisyah r.a, ia menuturkan, suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam datang kepadaku dan bertanya, "apakah kamu punya sesuatu untuk dimakan?". Aku menjawab, "Tidak". Maka Belaiu bersabda, "hari ini aku puasa". Kemudian pada hari yang lain Beliau dating lagi kepadaku, lalu aku katakana kepadanya, "wahai Rasulullah, kami diberi hadiah makanan (haisun)". Maka dijawab Rasulullah, "tunjukkan makanan itu padaku, sesungguhnya sejak pagi aku sudah berpuasa" lalu Beliau memekannya." (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 1952, Abu Daud: 2099, al-Tirmidzi; 666, al-Nasa'i: 2283, dan Ahmad: 24549)

2. Menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa.

Menahan diri dari kegiatan makan, minum, bersetubuh, maupun hal-hal lain yang membatalkan puasa.

"...maka sekarang campurilah, dan carilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, serta makan dan minumlah sampai waktu fajar tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai waktu malam tiba...(QS. al-Baqarah, 2: 187) 

 

Wallahu a'lam..

Referensi:

Shidiq,Sapiudin.2011,Ushul Fiqh.Jakarta:Kencana

Iqbal,Muhammad.2014,Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam.Jakarta:Kencana

Faridl,Miftah.2007,Puasa Ibadah kaya Makna.Jakarta:Gema Insani

Rizki,Akmal.2018.Menyinari Kehidupan Dengan Cahaya Al-Qur'an.Jakarta:PT Elex Media Komputindo

www.nu.or.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun