Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Telaah Potensi Konflik Kepentingan Hakim MK setelah Terima Penghargaan Presiden Joko Widodo

20 November 2020   11:02 Diperbarui: 20 November 2020   11:09 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enam hakim MK menerima penghargaan Bintang Mahaputera dari Presiden. (Foto: Humas MK)

Tetapi kalangan buruh, mahasiswa dan aktivis menolak kehadiran UU Cipta Kerja. Semuanya diselidiki mulai dari proses pembuatan sampai penandatanganan UU Cipta Kerja.

Dalam rentang waktu itu, buruh dan elemen lainnya menggelar aksi demonstrasi dengan tuntutan pembatalan RUU Cipta Kerja hingga berujung pengajuan judicial review ke MK.

Narasi UU Cipta Kerja semula menjadi teks dari pemerintah, tetapi menjadi tidak terlalu mendominasi karena diseimbangkan dengan narasi lain dari kalangan buruh dan aktivis.

Dua versi tentang UU Cipta Kerja ini direproduksi lewat diskusi di perguruan tinggi, organisasi masyarakat, media massa dan lain-lain. 

Bagi kalangan buruh sendiri, ada rasa ketidakadilan, terlebih publik mendapati beberapa kali perubahan jumlah halaman draft RUU Cipta Kerja sejak disahkan DPR sampai ditandatangani Presiden Jokowi.

Karena itu, narasi penolakan UU Cipta Kerja sebagai teks secara simultan menjadi pretext alias ide untuk mengerahkan semua tenaga dalam memproduksi teks baru di Mahkamah Konstitusi. UU yang digugat tidak hanya UU Cipta Kerja, terdapat juga UU MK, UU KPK dan UU Minerba.

INDEPENDENSI HAKIM


Teks lainya yang diperlihatkan adalah independensi para hakim MK setelah menerima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera.

Saya telah membahas secara singkat apa yang menjadi kekhawatiran dan ujian bagi hakim MK dalam tulisan sebelumnya di sini.

Jimly Asshiddiqie, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2003-2008 dalam tulisan yang diunggah situs MK, telah memberikan penjelasan terang bagaimana bentuk independensi dalam MK.

Ia mengatakan, sebagai organ kekuasaan kehakiman yang menjalankan fungsi kehakiman, MK bersifat independen baik secara struktural ataupun fungsional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun