Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Terima Penghargaan dari Presiden adalah Ujian Hakim MK Sesungguhnya

19 November 2020   20:50 Diperbarui: 21 November 2020   19:16 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enam hakim MK berfoto bersama di halaman MK usai menerima penghargaan Bintang Mahaputra. (Foto: Humas MK)

Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada hakim MK pada 11 November lalu merupakan sesuatu yang normal secara yuridis karena berpedoman pada Undang-Undang 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

Pada pasal 28 ayat 2 disebutkan bahwa syarat khusus untuk Bintang Mahaputera antara lain berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara. Pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bag1 bangsa dan negara, dan/atau darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.

Namun, asumsi tersebut dapat berubah yang mengarah pada terganggunya independensi hakim MK dalam menangani perkara gugatan UU yang menyertakan pemerintah.

Ada gugatan UU  KPK, UU Minerba, UU MK dan yang paling ramai dibahas sekarang ini, UU Cipta Kerja. Pemerintah baru saja menerbitkan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, namun disambut protes buruh dan aktivis lingkungan.

Kalangan buruh yang diwakili KSPI dan KSPSI memutuskan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan judicial review UU Cipra Kerja ke MK pada awal November ini.

Gugatan juga dilakukan Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) dengan mengajukan uji formil terhadap UU Cipta Kerja. Mereka menilai syarat pembentukan peraturan perundang-undangan tidak diindahkan dalam pembuatan UU Cipta Kerja.

Apa kaitan ini semua?

Kekhawatiran sesungguhnya terletak pada potensi konflik kepentingan (conflict of interest) di antara hakim MK. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana sebagaimana diberitakan Tirto.id, mengatakan, ini merupakan kali pertama hakim MK yang masih menjabat menerima penghargaan Bintang Mahaputra dari Presiden.

Kecurigaan ini timbul bukan karena kebencian terhadap pemerintah ataupun hakim MK. Literatur klasik telah lama menangkap persoalan kekuasaan. Montesquieu menilai kekuasaan harus dipisahkan untuk menghilangkan kemungkinan timbulnya kesewenangan seorang pengusa.

Dari dialah muncul Trias Politica yang memisahkan kekuasaan negara menjadi tiga: kekuasaan perundang-undangan, kekuasaan melaksanakan pemerintahan, dan kekuasaan kehakiman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun