Dari sini terlihat bahwa, Gubernur Sulteng punya komitmen kuat terhadap penertiban PETI yang merusak lingkungan dan merugikan daerah. Dimana komitmen Gubernur tersebut, harus bisa diikuti oleh para Bupati dan Walikota se Sulteng.
Seperti diketahui, wilayah Sulteng kaya akan potensi sumber daya mineral tambang. Baik mineral bukan logam bebatuan (MBLB) berupa pasir dan batuan. Serta mineral logam, berupa emas, nikel dan lainnya.
Untuk potensi tambang emas tersebar di wilayah pegunungan Palu, Donggala, Sigi, Parigi Moutong, Poso, Tojo Unauna, Tolitoli dan Buol.
Kemudian tambang nikel dominan di wilayah Morowali dan Morowali Utara. Sedangkan untuk tambang pasir dan bantuan (galian C) terdapat hampir di seluruh Kabupaten dan Kota di Sulteng.
Untuk kasus PETI di Sulteng, selain potensinya yang luar biasa, juga prospek bagi pendapatan ekonomi. Dimana bukan hanya melibatkan masyarakat, namun juga oknum pelaku usaha turut terlibat dalam pengelolaan PETI.
Seperti kasus PETI yang sempat marak di kawasan Dongi-Dongi yang masuk Taman Nasional Lore Lindu (TELL) Kabupaten Poso. Walau sudah dilakukan penertiban, namun potensi terjadinya PETI tidak bisa dihindari.
Keberadaan PETI di kawasan hutan tersebut selain merusak ekosistem lingkungan, juga berdampak pada bencana alam. Berupa longsor dan banjir bandang, sehingga langkah penertiban perlu dilakukan.
Sebenarnya bukan hanya tambang ilegal yang merusak lingkungan, tambang legal yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP), juga turut berkontribusi pada kerusakan lingkungan. Selama mengabaikan kaidah dan tata kelola pertambangan yang baik.Â
Tindak Lanjut Penertiban di Daerah
Instruksi tegas Presiden soal penertiban tambang ilegal ini, harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Terutama bagi daerah yang rawan terjadi praktek tambang ilegal. Termasuk di wilayah Sulteng.
Maka penguatan harus didahului dengan kesamaan paradigma instansi terkait yang akan terlibat dalam penertiban tambang ilegal. Seperti Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, Kejaksaan, Kepolisian, TNI hingga Pemerintah Desa.
Tujuannya agar instansi terkait memiliki political will terhadap keberadaan tambang ilegal yang harus ditertibkan. Serta tidak memberi peluang bagi oknum instansi (aparatur) terkait, mengambil peran dalam praktek tersebut.