Kini solusi mengatasi desakan ekonomi, diharapkan lewat political will PT CPM. Yakni dapat melepas sebagian konsesi (lahan) nya bagi masyarakat lingkar tambang. Guna mengelola tambang dengan skema Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Skema IPR ini menjadi alternatif jika desakan pengembalian kontrak awal  PT AKM kepada PT CPM mengalami jalan buntu. Mengingat banyak pekerja yang harus bekerja kembali, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Terkait skema IPR tersebut, diakui oleh pengurus Forum LPM Mantikulore Ikhlas SH. Dimana menurutnya, sudah ada ancang-ancang untuk membicarakan solusi tersebut dengan pihak PT CPM.
"Dari puluhan ribu hektar konsesi kontrak karya PT CPM di lingkar Poboya, kami tidak minta banyak lahan yang dilepas. Cukup luasan WPR yang disyaratkan dalam UU Minerba untuk kepentingan IPR," ujarnya.
Dalam UU tentang Minerba menyebutkan IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
Sementara wilayah pertambangan rakyat (WPR) adalah bagian dari wilayah pertambangan (WP), tempat dilakukan usaha kegiatan pertambangan rakyat. Dimana dalam pasal 22 UU tentang minerba menyebutkan, luas maksimal WPR adalah 100 hektar.
Adapun dalam pasal 67 menyebutkan, IPR diberikan oleh Menteri kepada: orang perseorangan yang merupakan penduduk setempat;. Serta koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat.
Karena itu untuk memperoleh IPR, pemohon baik perorangan atau koperasi harus menyampaikan permohonan kepada Menteri. Kembali ke warga lingkar Poboya, ingin bermohon secara perseorangan atau koperasi.
Pada pasal 68 ayat 1 menyebutkan, luas wilayah untuk 1 IPR yang dapat diberikan kepada: orang perseorangan paling luas 5 Â hektar. Serta untuk koperasi paling luas 1O hektar.