Mohon tunggu...
FADHIL MUNTASHIR JIHAD
FADHIL MUNTASHIR JIHAD Mohon Tunggu... Freelancer - Lebih sering ‘free’-nya daripada ‘lance’-nya.

Selamat datang di ruang digital, jejak seorang alumnus ekonomi syariah yang masih sering ‘trial. Hidup tak selalu syariah total, tapi niat kudu tetap loyal. Mari duduk bareng, tarik napas. Kita rawat akal, hati, dan niat yang nyaris lepas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manajemen Kas dan Aset Masjid, Membangun Peradaban dari Titik Sujud

22 Agustus 2025   08:30 Diperbarui: 20 Agustus 2025   14:13 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masjid sebagai Pusat Spiritualitas dan Solusi Sosial

Masjid sebagai rumah spiritual sekaligus pusat pemberdayaan. Sejak zaman Rasulullah, masjid adalah pusat segala urusan umat. Di Masjid Nabawi, Nabi memimpin shalat, mengajar ilmu, merancang strategi dakwah, hingga mengelola logistik dan bantuan sosial. Fungsi ini didukung oleh pengelolaan dana umat yang amanah dan aktif. Dana yang terkumpul tidak disimpan tanpa arah, tetapi digunakan untuk kebutuhan nyata umat. Sebagaimana dalam Al-Qur’an:

"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat, muallaf, untuk memerdekakan budak, orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang dalam perjalanan". (QS. At-Taubah: 60)

Rasulullah juga bersabda: "Barang siapa membangun masjid karena Allah, maka Allah bangunkan untuknya rumah di surga". (HR. Muslim no. 533)

Namun membangun masjid bukan sekadar membangun fisiknya. Yang paling penting adalah menghidupkan fungsinya bagi umat.

Saldo Tinggi, Tapi Umat Masih Susah?

Tak sedikit pengurus masjid merasa bangga ketika kas masjid mencapai angka yang cukup besar. Saldo ratusan juta terasa seperti prestasi. Namun pertanyaannya: apakah dana itu sudah memberikan dampak bagi masyarakat sekitar?

Di sisi lain, terdapat jamaah yang kesulitan biaya sekolah anaknya, ataupun kehilangan pekerjaan. Dana kas yang besar, namun hanya disimpan tanpa rencana pemanfaatan sosial, justru kehilangan nilainya seiring waktu.

Rasulullah mengajarkan agar harta umat tidak dibiarkan mengendap. Dalam peristiwa Tabuk, beliau bahkan menggerakkan para sahabat untuk menyumbang habis-habisan demi kepentingan bersama. Uang yang tidak digerakkan adalah amanah yang tertunda manfaatnya.

Bahaya Dana Mengendap: Inflasi Menggerus Nilai Manfaat

Kas masjid bukanlah tabungan mati yang hanya dibanggakan dalam laporan. Ia adalah amanah umat, yang harus dikelola secara produktif, transparan, dan berpihak pada kemaslahatan. Namun, realitanya, masih banyak masjid yang menyimpan dana besar tapi miskin dampak. Dana kas mengendap, padahal kebutuhan umat terus bergerak.

Padahal, inflasi tidak menunggu. Uang yang diam nilainya terus menyusut. Misalnya, jika hari ini kas masjid menyimpan Rp500 juta, tapi tidak digunakan sama sekali, dan inflasi rata-rata 5% per tahun, maka lima tahun ke depan nilai riilnya hanya sekitar Rp390 juta. Artinya, ada potensi manfaat sebesar Rp110 juta yang menguap tanpa bekas. Ini belum menghitung berapa banyak peluang amal yang tertunda. Dalam skema ukhrawi, bisa jadi, ini juga berarti pahala para muhsinin yang ikut terkikis nilainya karena tidak segera dimanfaatkan menjadi manfaat nyata.

Kas yang tak bergerak adalah peluang yang hilang. Maka, ia harus diputar, dipakai untuk menghidupkan umat—membiayai program pendidikan, menyalurkan bantuan sosial, mencetak wirausahawan muda, hingga menjadi sumber penguatan ekonomi umat. Inilah fungsi sosial kas masjid yang sejak zaman Rasulullah telah dicontohkan. Masjid bukan hanya pusat ibadah, tetapi pusat peradaban, tempat perencanaan dakwah, penyaluran zakat, dan pemberdayaan komunitas.

Bolehkah Dana Kas Masjid Digunakan untuk Program Sosial?

Pertanyaan ini sering muncul di kalangan DKM. Hal ini seharusnya diperbolehkan, selama sesuai dengan prinsip syariah dan dilakukan secara transparan.

Para ulama seperti Imam Malik menyebut bahwa Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menggunakan dana kas umat (Baitul Mal) untuk membantu kebutuhan masyarakat luas. Artinya, kas masjid dapat digunakan untuk:

  • Bantuan fakir miskin dan musafir

  • Beasiswa pendidikan anak dhuafa

  • Dukungan bagi masjid pelosok yang kekurangan

  • Pelatihan kerja dan modal usaha bagi warga sekitar

Yang terpenting penggunaan dana didasarkan pada hal berikut:

  • Berdasarkan musyawarah dan kebutuhan nyata

  • Dikelola dengan laporan terbuka

  • Tidak mengganggu kebutuhan operasional dasar masjid

Maksimalkan Potensi: Belajar dari Masjid Jogokariyan

Salah satu contoh nyata dari pengelolaan kas masjid yang strategis, produktif, dan amanah dapat kita lihat pada Masjid Jogokariyan di Yogyakarta. Masjid ini tidak ragu menghabiskan seluruh kasnya setiap bulan untuk kepentingan umat. Mereka meyakini, uang kas masjid tidak boleh tidur. Keuangan di laporkan dengan transparansi penuh, bahkan hingga saldo terakhir rupiah. Tidak ada yang disembunyikan, karena setiap rupiah berasal dari umat dan kembali untuk umat. 

Dana masjid di sana digunakan untuk program beasiswa pendidikan, pelatihan ekonomi, bantuan kesehatan, pemberdayaan pemuda, hingga usaha produktif masjid. Menariknya, masjid ini tak hanya menyalurkan zakat, tapi juga berhasil membalik keadaan. Banyak penerima zakat kini menjadi pemberi zakat. Bahkan, usaha masjid telah berkembang menjadi sumber passive income yang menopang program-program jangka panjang.

Masjid Jogokariyan telah membuktikan, bahwa dengan pengelolaan kas yang transparan, amanah, dan berpihak pada kemaslahatan, kepercayaan jamaah justru tumbuh subur. Dana yang dikeluarkan tidak habis, tapi justru mengalir lebih deras. Inilah siklus kebaikan yang terus tumbuh dari masjid, menjadi bukti nyata bahwa membangun peradaban bisa dimulai dari mengelola kas dengan cerdas dan ikhlas.

Kolaborasi Masjid dan LAZIS: Bukan Saingan, Tapi Sinergi

Masjid tidak harus memikul beban umat seorang diri. Di tengah kompleksitas kebutuhan sosial hari ini, sinergi menjadi kunci perubahan. Salah satu mitra strategis yang kerap terlupakan adalah Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (LAZIS).

Keberadaan LAZIS bukanlah pesaing masjid, melainkan rekan seperjuangan dalam mengangkat derajat umat. Saat masjid dan LAZIS berkolaborasi, mereka mampu menyelenggarakan program-program yang lebih terarah dan berdampak: mulai dari workshop keterampilan, seminar kewirausahaan, pelatihan spiritual, hingga akses permodalan usaha.

Bukan sekadar memberi bantuan hari ini, sinergi ini membentuk jalan kemandirian. Mustahik dibina secara menyeluruh, agar kelak mampu berdiri tegak sebagai muzakki bukan hanya penerima, tetapi pemberi yang ikut menggerakkan roda kebaikan. Inilah esensi dari pengelolaan kas masjid yang produktif: bukan hanya membagi, tapi membebaskan.

Arah Baru Pengelolaan Kas Masjid

Kas masjid bukan sekadar angka di laporan. Ia adalah amanah. Titipan dari jamaah, dari umat, yang menanti untuk diubah menjadi manfaat nyata. Sudah saatnya kita tidak lagi memandang dana kas hanya sebagai alat administrasi, tetapi sebagai alat perubahan peradaban.

Pengelolaan kas masjid yang ideal harus memenuhi empat prinsip dasar:

  • Dikelola oleh tim yang kompeten dan amanah

  • Disertai sistem yang profesional dan partisipatif

  • Dilaporkan terbuka secara berkala

  • Diarahkan untuk program-program yang memberdayakan

Masjid harus menjadi motor kemajuan umat. Dana yang ada bukan untuk dibanggakan, tapi untuk digerakkan. Karena hakikatnya, uang umat adalah titipan, dan setiap titipan kelak akan ditanya: ke mana ia digunakan? Apakah ia telah memberi manfaat? Sudah saatnya kita refleksi bersama, apakah saldo tinggi di laporan kas sudah cukup menjadi ukuran keberhasilan? Apakah masjid telah menjadi rumah besar yang merangkul semua lapisan jamaah, termasuk generasi muda yang haus akan arah dan ruang kontribusi?

Bagi para pengurus, bukalah ruang musyawarah dan kolaborasi yang terbuka. Bagi para pemuda, bawalah ide segar, semangat perubahan, dan keterampilan zaman. Bagi jamaah, jangan hanya memberi infak, tapi juga libatkan diri dan awasi dengan cinta. Masjid bukan ruang yang sunyi dari perubahan, ia adalah jantung peradaban. Tempat di mana setiap rupiah bisa disulap menjadi peluang, dan setiap kas yang dikelola amanah dapat melahirkan gerakan yang menyejahterakan. Dari masjid, kita bangun peradaban. Dari kas, kita berdayakan umat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun