"Kamu termasuk orang yang beruntung karena dapat melihatnya langsung pada hari ini. Hei, jangan menertawaiku atas stori yang mungkin kamu anggap norak nantinya. Tapi, sungguh. Bintang kejora itu sudah aku anggap bagian dari hidupku."
"Dia adalah sahabatku jika hatiku tengah risau. Dia akan menemaniku semalam-malaman hingga aku tidak kesepian. Hahaha. Kadang-kadang aku ngobrol dengan Ye Sha Si Pemberani itu. Hei, mungkin orang sudah menganggapku gila. Tapi, Ye Sha Si Pemberani itu memang sahabat yang paling setia selain Kak Sha."
Simpul di bibir pemuda itu terurai. Ia tersenyum. Ya, Tuhan! Terima kasih atas anugerah yang telah Engkau berikan. Keindahan senyum itu melebihi apa pun juga!
"Setiap melihat Ye Sha Si Pemberani, setiap menunggunya keluar menampakkan diri, maka aku menemukan sebuah makna yang akhirnya kupahami sebagai sebuah anugerah yang sengaja diperlihatkan Tuhan kepadaku. Mau tahu apa itu?"
Pemuda itu masih mematung. Namun rona di wajahnya sudah tidak menggamang. Sepertinya ia mengangguk saat kubeberkan lektur kalimat tentang keajaiban alam semesta nova. Tapi trauma otak yang dialaminya memaksanya untuk diam. Dan hanya menyimak dengan takzim.
"Tuhan telah memaparkan nilai yang sesungguhnya mampu kita mafhumi sebagai karunia. Dalam penantian, penungguan saat-saat indah munculnya Ye Sha Si Pemberani, semua itu merupakan keindahan yang tidak ternilai harganya."
"Aku menemukan kebahagiaan tersendiri ketika menunggu buah anggur tumbuh dan meranum. Menunggu saat-saat memetik buah anggur tersebut. Menunggu saat buah anggur itu diracik menjadi minuman anggur."
"Menunggu Ye Sha Si Pemberani muncul pada malam-malamku di perkebunan anggur ini. Entah menunggu hari ini, besok, lusa, dua atau tiga hari. Yang pasti, dari penantian-penantian itu aku menemukan renda harapan."
"Harapan yang akan membawa kita pada hari-hari yang lebih baik. Aku jadi bersemangat untuk hidup. Dan aku jadi lebih bisa mengerti, bahwa napas yang telah ditiupkan Sang Pencipta kepadaku dan pada setiap manusia memiliki makna yang hakiki."
"Jauh lebih besar daripada yang telah kita pahami selama ini. Oke, mungkin saat ini kamu tidak tahu siapa diri kamu. Dari mana kamu berasal. Siapa keluargamu. Tapi, kamu masih memiliki satu hal yang paling mendasar. Yakni, kamu masih diberi kesempatan untuk hidup."
'Kamu masih diberi kesempatan untuk menanti dan menunggu, mencari dengan sabar dan tabah jatidiri kamu yang sesungguhnya. Entah, mungkin satu tahun. Mungkin dua tahun. Sepuluh tahun, barangkali. Tapi, tidak peduli bagaimana proses penantian itu. Yang pasti, hidup bagi kita masih panjang. Menjelang hari-hari yang baru merupakan sebuah keajaiban."