Mohon tunggu...
Eddy Salahuddin
Eddy Salahuddin Mohon Tunggu... Guru - Indonesia

Menulis menghibur diri dan mengungkapkan rasa dengan hati dan jiwa yang terdalam. Berjuang demi generasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Camui

14 Mei 2020   18:05 Diperbarui: 14 Mei 2020   18:04 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cuaca akhir-akhir ini memang sedang tidak menentu dan menghambat aktivitas warga desa dalam mencari rezeki. Pagi hari sering turun hujan hingga warga biasanya enggan untuk menyadap getah karet atau sekadar membersihkan kebun lada mereka. Jika menjelang siang biasanya warga tidak akan mendapatkan banyak getah karet. Biasanya yang mereka lakukan hanyalah memeriksa tanaman yang mungkin saja ada yang mati atau layu.

Seluruh warga telah sepakat untuk menanam kelapa sawit, kecuali Yanto dan beberapa rekannya. Kebetulan bibit sawitnya sudah diberikan oleh pihak kecamatan. Ada 30-40 bibit untuk satu warga. Mereka boleh menanam bibit tersebut di areal masing-masing. Pupuk pun disediakan oleh penyuluh pertanian desa. Demikian juga yang berminat menanam tanaman hortikultura; bibitnya juga sudah disiapkan oleh pihak kecamatan. Segala macam jenis cabai, tomat, sayuran, dan buah-buahan siap ditanam oleh warga desa.

Romli sebagai ketua rukun tetangga setempat mendapat mandat untuk memimpin gerakan menanam di desa tersebut. Pagi-pagi ia sudah bersiap menuju balai desa untuk membagikan sejumlah bibit sawit dan tanaman hortikultura kepada warga.

"Selamat pagi, warga semua. Pagi hari ini saya akan membagikan sejumlah bibit kelapa sawit dan bibit tanaman hortikultura yang telah dibagikan oleh pihak kecamatan. Setiap warga akan mendapat 30-40 batang pohon sawit dan 5 kilogram pupuk. Selain itu, bagi warga yang menanam tanaman hortikultura akan mendapat bibit cabai, terung-terungan, tomat, dan beberapa tanaman sayuran," ujar Romli panjang lebar.

Para warga sangat antusias mengambil bibit tersebut dan mereka sangat bergembira karena perhatian pemerintah sangat besar bagi kemakmuran desanya. Ada yang berencana menanam cabai dan tomat di halaman rumah saja. Akan tetapi ada yang akan menanamnya di dalam pot sehingga mudah dipindah-pindahkan.

Sebulan kemudian, sudah ada perubahan di desa tersebut. Warga telah melihat hasil kerja keras mereka dalam menanam bibit tersebut. Tanaman mereka tumbuh dengan subur kerena pupuk yang diberikan penyuluh pertanian desa mereka gunakan dengan tepat. Cabai mereka sudah mulai tinggi. Tomat mereka pun sudah mulai berbunga. Sayuran sawi dan kangkung pun sudah tumbuh subur dan akan siap dipanen bulan depan. Sementara pohon sawit sudah tegak berdiri. Bahkan di sel-sela tanaman sawit mereka bisa juga menanam jenis tanaman tumpangsari, seperti cabai.

"Bang, hari ini kita terpaksa lagi berhutang ke warung sebelah. Beras dan gula sudah hampir habis. Dino anak kita juga sudah rewel minta dibelikan sepeda baru karena teman-temannya sudah punya sepeda," istri Yanto memulai percakapan sore itu sepulang suaminya dari lokasi tambang.

"Sabar, ya Dik! Aku belum bisa memberikan uang karena usaha tambang kita belum juga menghasilkan. Aku juga sudah mencoba merambah kawasan sebelah untuk mencoba peruntungan," ujar Yanto sambil memberikan pengertian kepada istrinya.

"Aku juga sudah berusaha pinjam kepada Yuk Tina tapi malu 'kan. Lagian pinjaman yang lama belum juga kita kembalikan. Abang kenapa melarang aku untuk menanam sayuran dan tanaman bumbu di pekarangan kita? Padahal bibitnya gratis dan kita tidak perlu membeli kebutuhan dapur." Muncul rasa bersalah dalam diri Yanto setelah mendengar kata-kata istrinya.

"Ah, sudahlah jangan pikirkan soal itu. Aku tak yakin sawit yang mereka tanam akan mengubah kehidupan mereka. Apalagi tanaman hortikultura itu paling-paling satu dua bulan sudah mati," ujar Yanto kurang yakin.

"Kok, Abang bilang begitu! Belum tentu 'kan mereka tidak mendapatkan apa-apa asal mau berusaha pasti ada hasilnya. Kita saja yang tidak mau mengikuti langkah mereka. Apakah karena Abang gengsi ya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun