Akuntansi korporasi menonjolkan efisiensi dan laba.
Akuntansi sosial menonjolkan keadilan dan tanggung jawab sosial.
Akuntansi religius menonjolkan keseimbangan moral dan spiritual.
Dengan demikian, angka tidak pernah netral. Ia selalu membawa suara moral masyarakat yang menghasilkannya.
Dalam perspektif ini, laporan keuangan dapat dipahami sebagai teks nilai sebuah narasi yang mencerminkan orientasi moral organisasi. Ketika angka laba meningkat, pertanyaannya bukan hanya “berapa besar”, tetapi “bagaimana laba itu diperoleh” dan “siapa yang terdampak olehnya.”
c. Empati (Einfuhlung) sebagai Etika Pemahaman
Empati merupakan kunci utama dalam hermeneutika Dilthey. Ia berarti kemampuan untuk menghidupkan kembali pengalaman batin orang lain (Nacherleben). Dalam akuntansi, empati menjadi landasan etis :
Seorang akuntan yang berempati tidak hanya menghitung angka, tetapi juga memahami nasib manusia di baliknya.
Seorang auditor yang berempati tidak hanya menilai kepatuhan, tetapi juga memahami tekanan moral yang dihadapi pelaku ekonomi.
Seorang peneliti yang berempati tidak menilai dari luar, tetapi berusaha masuk ke dalam dunia batin subjek yang diteliti.
Empati bukan hanya metode pemahaman, tetapi juga etika penelitian. Ia menuntut rasa hormat terhadap pengalaman dan nilai-nilai orang lain.