Mohon tunggu...
Edgar Pontoh
Edgar Pontoh Mohon Tunggu... Freelancer - Hominum

In search of meaning

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Stigma, Glorifikasi, dan Self-Diagnosis

11 November 2019   23:28 Diperbarui: 12 November 2019   10:05 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: opustreatment.com

Hanya sekitar 15-38 persen orang yang mengambil nyawanya sendiri meninggalkan semacam catatan kematian. Pembuatan rekaman audio yang menarasikan tindakan bunuh dirinya tersebut adalah suatu dramatisasi tanpa dasar apapun pada kenyataan.

Glorifikasi adalah perilaku yang wajar dalam banyak hal. Tetapi ketika itu menyentuh hal-hal negatif seperti gangguan mental, perilaku ini bisa melahirkan suatu isu yang lebih buruk lagi.

Self-Diagnosis

Fenomena ini adalah yang paling toxic dari beberapa yang sudah dibahas. Kenapa toxic?

Self-diagnosis adalah perilaku menyimpulkan suatu penyakit atau gangguan yang kita mungkin alami tanpa melalui proses diagnosa profesional dari dokter, psikiater, psikolog atau profesional lainnya. 

Perilaku ini toxic karena merugikan dua pihak, diri sendiri dan orang lain. Orang yang melakukan self-diagnosis sering berujung pada kesimpulan yang salah terhadap apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Tentu kesimpulan yang salah ini membuat orang gagal memperbaiki sesuatu yang ada dalam dirinya. 

Di lain pihak, orang lain  yang dekat dengan kita akan terkena dampak negatif pula, apalagi kalau kesimpulan yang muncul dari perilaku self-diagnosis itu sampai ke gangguan mental. 

Orang terdekat kita akan kesulitan untuk mengerti apa yang menjadi masalah kita dan pada level tertentu, seseorang yang melakukan self-diagnosis bisa jadi menggunakan diagnosanya yang tidak jelas tersebut sebagai pembenaran atas hal-hal buruk yang dia lakukan. Tentu ini sangat merugikan hubungannya dengan orang lain.

Budaya mendiagnosa diri sendiri disebabkan dengan kemudahan akses informasi yang didapatkan sehingga tidak perlu ada appointment dengan dokter, psikiater atau profesional lainnya. Semuanya hanya sejauh jari kita menyentuh layar gadget. 

Orang-orang akan melakukan riset sendiri terhadap apa yang dia rasakan di internet, dan tidak jarang, sampai ke kesimpulan yang sepenuhnya salah. Saya adalah orang yang berpendapat bahwa gejala gangguan apapun yang terjadi pada diri kita, baik fisik maupun mental, harus dikonsultasikan kepada profesional alih-alih melakukan riset sendiri di internet. 

Yah, mungkin ada baiknya dicari untuk sekedar informasi dasar saja bukan sebagai kesimpulan sampai ada diagnosa langsung. Karena bagaimanapun juga, informasi diagnosa yang bertebaran di internet (sekalipun ditulis oleh profesional) harus diakui sudah di simplifikasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun