Mohon tunggu...
Edgar Pontoh
Edgar Pontoh Mohon Tunggu... Freelancer - Hominum

In search of meaning

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Stigma, Glorifikasi, dan Self-Diagnosis

11 November 2019   23:28 Diperbarui: 12 November 2019   10:05 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: opustreatment.com

Stigma yang berkembang di masyarakat membuat suatu isu menjadi kabur. Tak hanya isu kesehatan mental, semua hal yang dinarasikan dengan kurang tepat dapat membawa diskusi di ruang publik kearah yang salah. Salah satu manifestasi dari stigma yang salah itu adalah perilaku glorifikasi.

Glorifikasi

Glorifikasi adalah tindakan 'memuja' atau meninggikan suatu perilaku secara tidak langsung maupun langsung, dalam konteks ini perilaku gangguan mental, seperti depresi, gangguan kecemasan, trauma, serangan panik atau gangguan mental yang lain. 

Orang yang mengglorifikasi perilaku gangguan mental cenderung menempelkan identitas gangguan mental tersebut kepada dirinya, sebagai embel-embel dan 'aksesori'.

Menggunakan foto profil atau mengupload ilustrasi gangguan mental, sering membagikan postingan-postingan, kutipan, meme, yang berkaitan dengan gangguan mental, menggunakan aksesori, atau menulis bio yang berkaitan dengan gangguan mental.

"Lho, bukannya dengan cara itu berarti dia meningkatkan kesadaran masyarakat dengan menggaungkan isu ini di ruang publik?" -- mungkin komentar itu yang orang pikirkan. 

Perbedaan signifikan antara glorifikasi dan aktivisme adalah substansi/isi konten yang disebar-luaskan. Orang yang mengglorifikasi tujuannya hanyalah untuk membangun citra diri, sementara orang yang concern terhadap hal tersebut, akan melakukan tindakan-tindakan yang lebih substansial. 

Agak sulit memang membedakan antara orang yang benar-benar ingin meningkatkan kesadaran, dengan yang hanya ingin membangun citra diri sebagai seseorang yang memiliki identitas itu.

Depresi diasosiasikan sebagai identitas orang sedih, murung, tak banyak bicara, darkdan sebagainya, gangguan kecemasan sering diasosiasikan dengan pemalu (biasanya terjadi pada wanita), OCD (Gangguan Obsesif Kompulsif) diasosiasikan dengan perfeksionisme. 

Asosiasi yang salah ini lagi-lagi muncul karena stigma. Karenanya,bisa dibilang, glorifikasi adalah implikasi yang konkrit dari stigma.

Perilaku glorifikasi ini diperkuat dengan adanya media sosial. Media sosial membantu mengangkat isu-isu hangat melalui pemberitaan maupun percakapan yang terjadi di dalamnya, atau dengan kata lain, membuat 'trend'. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun