"Kalau Bapak mau sehat, berhentilah merokok. Kalau mau sakitnya semakin parah dan menderita seperti ini, ya, silakan teruskan merokok. Ini semuanya tergantung kepada Bapak sendiri," kata dokter seperti dituturkan sahabat saya ini.
Sejak dinasehati dokter itulah akhirnya Windea berhenti merokok. Ia bertekad, apa pun terjadi, ia akan menyudahi kebiasaannya menyedot benda yang berbahan dasar tembakau itu.
Sungguh tidak mudah baginya untuk dengan segera menghentikan kebiasaannya. Pikirannya masih terus tersedot pada rokok dari hari ke hari. Ia selalu ingat akan rokok seperti biasa dilakukannya saat usai makan, saat istirahat, saat bekerja yang membutuhkan konsentrasi.
Windea mengaku, air ludahnya terkadang menetes ke luar dari bibirnya, sementara itu pikiran dan perasaannya masih terpaut dengan rasa nikmat merokok yang mulai ditinggalkannya.
Atas anjuran seorang teman, ia pun menggantikan rokok dengan permen kesukaannya. Hampir tiga bulan lamanya ia tersiksa di masa peralihan dari kebiasaan merokok ke berhenti merokok ini.
Akhirnya, Windea berhasil keluar dari kungkungan kebiasaan merokok. Tak hanya secara fisik, juga secara psikologis. Ia merasa lega. Ia merasa jauh lebih sehat. Wajahnya cerah, berseri-seri.
Istri dan anaknya senang sekali dengan kemajuan yang dicapainya itu. Hingga kini, sudah 5 tahun lamanya teman saya ini tidak merokok lagi.
Kembali Merokok Setelah Sempat Berhenti
Teman saya yang lain, namanya saya samarkan juga, sebut saja Artha. Seperti halnya Windea, Artha juga sudah pada taraf kecanduan. Kalau tidak tersedia rokok, dia akan merasa bingung dan gelisah. Harus selalu ada sebungkus rokok di sisinya.
Seperti dituturkannya, dulu ia sudah pernah berhenti merokok sekitar 3 bulan lamanya. Akan tetapi, karena godaan teman-temannya yang perokok, akhirnya dia pun kembali merokok.
"Tak perokok saja yang bisa sakit. Orang yang tidak perokok pun bisa sakit dan mati. Jadi, tenang sajalah. Nikmati saja hidup ini," begitulah kurang-lebih seloroh temannya sambil menyodorkan sebatang rokok.