Petang seperti kemarin hujan mengguyurÂ
Deras, semacam airmata kemarin pulaÂ
Menganak sungai diantara halaman-halaman ceritaÂ
Buku cerita milikku, buku cerita milikmuÂ
Meski sudah kita tutup jendela ingatan
Tapi rintiknya semakin nyaring bersenandungÂ
Memutar lagu dan nada-nada yang samaÂ
Mengiyakan kenangan, mengabaikan rasa luka
Berulang tiap musim- musim penghujan tiba
Saat jiwa lebih rapuh dan dingin sepiÂ
Tak terelakkan! Terperangkap!
Tiap halaman cerita di hari lalu kadung terpatriÂ
Menjadi cermin hias yang memantulkan  gambaran diriÂ
Hanya mampu dipecah  oleh pisau angin waktuÂ
Untuk terus membuka halaman-halaman cerita berikut Â
Mungkin saja kita bersua di dekat koma, atau mungkin di suatu titik waktu
Terhenti saling memandang pijakan cerita hari iniÂ
Musim penghujan yang membasahi tiap ceritaÂ
Menampakkan kekeliruan mata kaki yang salah melangkah
Ketertautan cerita di halaman-halaman cerita yang terkurung masa
 Hanya sampai jadi penyaksi masing-masingÂ
Yang hanya diulang  pada senandung musim hujan, bukan pada musim-musim lainÂ
Mari saling menyaksi,
Tiap coretan yang sempat  dilaburkan pada muka sendiriÂ
Di hari kemarin, pada masa yang telah lalu