Untuk membuktikan aura mistis dan angker di dalam ruang bawah tanah, saya dan beberapa teman mencoba untuk masuk ke dalamnya dengan ditemani oleh Pak Brodin, (Nama samaran) seorang pemandu profesional yang berasal dari Madura.
Semenjak kecil beliau sudah sangat mengenal seluk beluk Lawang Sewu ini karena orang tuanya yang seorang tentara di Kodam Diponegoro, bertugas untuk menjaga bangunan tersebut agar tidak dijarah orang tidak bertanggung jawab pada tahun 1970-an.
Begitu memasuki tangga lorong bawah tanah, aroma pengap basah sudah menusuk hidung. Beberapa kali, kepala ini hampir terantuk pada pilar beton di atas karena saking rendah dan sempitnya ruang bawah tanah tersebut.
Dengan mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) mulai dari helm, sepatu boot kedap air dan satu senter kecil yang disediakan oleh Lawang Sewu, perjalanan menjadi semakin mebegangkan karena harus melewati genangan air yang masih ada di lorong-lorong bawah tanah tersebut.
Saya juga melihat adanya banyak ruang kecil berukuran 60 cm x 90 cm yang ternyata dulunya digunakan sebagai penjara berdiri dan diisi 5 orang tahanan.Â
Setelah itu mereka ditinggal di situ dengan genangan air setinggi dada orang dewasa. Dampaknya, tidak ada satu pun tahanan yang mampu keluar hidup-hidup bila sudah masuk ke ruang bawah tanah itu di masa perang itu.
Pikiran saya seperti kembali ke masa-masa penjajahan Belanda dan Jepang saat melihat kondisi ruang bawah yang kotor, mengerikan dan gelap gulita dengan kadar oksigen yang tipis.
Karena lelah, kami menyempatkan duduk di pipa saluran pembuangan air kotor yang ada di lorong bawah tersebut. Namun, pemandu mengatakan bahwa kita semua telah tepat duduk di pipa yang dulunya pernah dipakai untuk syuting program "Uji Nyali" untuk melihat keberadaan hantu di Lawang Sewu.
Meskipun bulu kuduk ini sempat berdiri, kami semua tetap melanjutkan perjalanan menyusuri lorong bawah tanah tersebut. Beberapa kali juga harus melewati lobang kecil ukuran 70 cm x 70 cm di antara dinding pembatas ruangan atau lorong.