Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi, Saat Matinya Kedaulatan di Tangan Rakyat?

30 Agustus 2025   19:36 Diperbarui: 30 Agustus 2025   21:07 2466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Demo mahasiswa di depan gedung MPR, Jakarta (Sumber gambar: KOMPAS.COM)

"Right or wrong is my country!"

Itu adalah penggalan kalimat yang diucapkan oleh Stephen Decatur, namun akan diingat oleh masyarakat dunia bahwa yang mengucapkannya adalah Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat untuk memberikan semangat tentaranya di saat perang dunia dan akhirnya menjadi slogan banyak masyarakat di sana sebagai bentuk patriotisme.

Sebagai satu negara super power yang memiliki paham demokrasi liberal, Amerika Serikat, termasuk banyak negara dengan paham demokrasinya dan tentunya juga Negara Indonesia, Trias Politica digunakan dalam konsep bernegara yang memisahkan kekuasaan negara menjadi tiga cabang.

Mulai dari badan Legislatif, yaitu pembuat undang-undang yang dalam hal ini adalah DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Kemudian dari Eksekutif adalah pelaksana undang-undang dalam pemerintahan yang dalam hal ini ada pada Presiden atau Perdana Menteri. Terakhir, lembaga Yudikatif yang berfungsi dan bertugas sebagai pengawas pelaksana undang-undang melalui Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Demokrasi akan berjalan indah di semua negara apabila semua elemen di atas melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dengan penuh rasa tanggungjawab. Namun, demokrasi akan menjadi sebuah harga yang sangat mahal untuk dibayar oleh masyarakat apabila ada ketimpangan di antara ketiga lembaga tersebut dan hal itu akan berpotensi menyengsarakan masyarakat banyak.

Dampaknya akan menyusul yang namanya kekuatan atau kedaulatan rakyat melalui suatu gerakan dalam skala besar demi bisa mengubah berbagai kebijakan yang tidak adil dan telah ditetapkan oleh ketiga lembaga sebagai pilar demokrasi tetapi dianggap tidak mensejahterakan atau pro pada masyarakat kecil.

Bagaimana dengan Negara Indonesia?

Rasanya masih belum kering ingatan masyarakat Indonesia akan adanya tragedi yang memilukan pada bulan Mei 1998. Peristiwa yang awalnya hanya berusaha menyuarakan suara rakyat di gedung MPR, Jakarta, akhirnya memicu kerusuhan nasional dan merembet ke berbagai daerah di tanah air.

Banyak penjarahan dan juga pembakaran pada gedung pemerintah maupun swalayan. Ribuan orang dilaporkan meninggal dan bahkan hilang tidak tentu rimbanya. Sungguh peristiwa kelam bagi perjalanan sebuah harga dari demokrasi yang harus dibayar, baik jiwa maupun harta benda masyarakat.

Hingga akhirnya munculnya Kabinet Reformasi pada nuansa politik di Indonesia setelah mundurnya, Presiden Soeharto karena tekanan berbagai pihak yang kemudian digantikan oleh B.J. Habibie. Beliau langsung menarik Dwifungsi ABRI dalam pemerintahan dan mengembalikannya ke barak. Setelah itu menyerahkan pemerintahannya pada pemerintahan sipil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun