Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi, Saat Matinya Kedaulatan di Tangan Rakyat?

30 Agustus 2025   19:36 Diperbarui: 30 Agustus 2025   21:07 2466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Demo mahasiswa di depan gedung MPR, Jakarta (Sumber gambar: KOMPAS.COM)

Ketiga, ketidakpastian dan ketimpangan pendapatan dalam hal ini penghasilan yang diterima oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar sehari-hari yang bebannya di rasa semakin berat dengan adanya berbagi regulasi pajak yang dibebankan pada mereka.

Salah satunya sebagai gambaran sudah terjadi di Kota Pati, Provinsi Jawa Tengah. Masyarakat melakukan demonstrasi menuntut peninjauan kembali pajak bumi bangunan (PBB) yang dinaikan sampai mencapai 250% dibanding pada tahun sebelumnya.

Keempat, muaknya masyarakat pada gaya hidup hedonisme (pamer barang mewah dan kekuasaan) yang ditampilkan oleh para pejabat publik yang dipilih maupun yang ditunjuk kepada masyarakat yang memilih selaku konstituennya pada saat pemilihan. Para anggota DPR dianggap sudah tidak lagi mempunyai empati dan simpati pada penderitaan masyarakat Indonesia.

Gaya verbal merendahkan masyarakat oleh beberapa anggota DPR atau pejabat pemerintahan dan dianggap arogan, telah membuat dan menyakiti perasaan masyarakat itu sendiri. Bahkan parahnya, gaya hidup mereka yang mewah ternyata diperoleh dari hasil korupsi dan terkadang disanksi hukum yang ringan atau mendapat grasi.

Kelima, tidak adanya pelampiasan tingkat stres pada pikiran dan hati masyarakat dengan berbagai tekanan hidup seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Selama ini, masyarakat hanya diam dan berusaha mengatasi permasalahan hidup mereka sendiri melalui kegiatan refreshing yang salah satunya dengan mendatangi sebuah Cafe untuk berdiskusi atau aktivitas lainnya sambil mendengarkan musik atau No Bar (Nonton Bareng) sepakbola dan lainnya.

Namun Anda tahu sendiri, justru adanya penarikan pembayaran royalti oleh LKMN, justru membuat tingkat stres masyarakat menjadi semakin tinggi dan bisa meledak tak terkendali seperti yang terjadi saat ini di gedung DPR karena mereka dianggap tidak mewakili keresahan hati masyarakat.

Keenam, mudahnya masyarakat terprovokasi oleh tayangan di media sosial yang kebenarannya tidak pernah di-crosscheck akan kevalidan beritanya.

Sebut saja, saat ada video di mana Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan "Guru Beban Negara", sontak beliau menuai kecaman dari masyarakat. Padahal, video tersebut adalah buatan AI (artificial Intelligence). Sri Mulyani tidak pernah mengatakan kalimat tersebut, namun respons negatif dari masyarakat bermunculan di media sosial karena menganggap bahwa hal itu benar.

Solusinya bagaimana?

Saat ini, langkah yang terbaik ada pada diri masing-masing kita. Semua harus bisa menahan diri termasuk juga para anggota legislatif, eksekutif maupun yudikatif untuk segera mengambil tindakan tegas pada kelompok yang anarkis dan berusaha melakukan dialog dengan para demonstrans serta mempelajari tuntutannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun