Tadi pagi, saat melakukan aktivitas check up kesehatan diri ke Ibu Devi, seorang perawat sekolah yang bertugas di ruangan Unit Kesehatan Sekolah (UKS), saya sempat melirik adanya timbangan badan digital di dekat meja periksa.
Sedikit terkejut juga setelah menimbang badan di situ. Untuk memastikan lagi, saya pun bertanya pada Ibu Inoviyan yang berada di sebelah saya, apakah timbangan digital ini akurat dan bisa dipercaya teranya?
Bagaimana tidak, tinggi badan saya 171 cm, sedangkan berat badan saya saat ditimbang berada di 72,5 kg. Itu artinya berat badan saya ada kelebihan 11 kg dan itu adalah alarm bagi kesehatan tubuh. Sesuai aturan kesehatan, idealnya, berat badan ideal saya seharusnya 62 kg, yaitu dari rumus tinggi badan 171 cm dikurangi 110 cm.
Baca Juga : Coriander Leaves, Cita Rasa dan Aroma Apek yang Ternyata Mnyehatkan
Pengamatan segera saya lakukan, dan memang ada sedikit perubahan pada perut yang, maaf, mulai sedikit membuncit di usia menjelang pensiun ini. Bisa diduga, pasti ada penimbunan lemak di bagian perut saya.
Herannya, padahal saya suka berolahraga ekstrim apapun terutama bermain tenis. Dalam satu minggu, bisa dipastikan, 4 sampai 5 hari, saya berlatih tenis dengan durasi sekali latihan kurang lebih 3 jam. Namun mengapa berat badan saya bisa naik 10 kg dan hal itu telah mengusik pikiran ini.
Perut Buncit identik dengan kemapanan?
Jika mau jujur, asumsi pertanyaan di atas adalah benar adanya. Akan tetapi, harus diperhatikan juga bahwa sebenarnya ada perubahan-perubahan pada nilai-nilai sosial budaya yang diterima oleh masyarakat seiring dengan perubahan zaman.
"Orang yang mempunyai badan yang kurus, langsing atau kerempeng, hidup mereka selalu dianggap menderita dan susah serta dipastikan miskin oleh banyak orang. Sebaliknya, bagi mereka yang bentuk badannya gemuk akan diasumsikan sebagai orang yang hidupnya mapan, kaya, sukses dan dipastikan bahagia".
Di masa itu, selalu ada phrase di masyarakat,"Kamu kok kurus begini, memikirkan apa juga? Apa sedemikian susahnya hidupmu?" dan seterusnya. Namun, orang akan senang bila dipuji, " Wah, sekarang sudah sukses makanya badanmu jadi gemuk gini nih!" atau "Hebat, semenjak jadi pejabat dan mapan, perutmu jadi buncit, keren deh!".
Baca Juga : Saat Konsep Hidup  Sederhana yang Tidak sesederhana dalam Teori dan Praktiknya
Nah, coba saja, phrase di atas itu diterapkan di masa ini, pasti yang menerima akan terbalik dalam meresponnya bila disebut gemuk, atau buncit. Jadi senang saat disebut kurus atau langsing. Bisa-bisa mereka tersinggung juga, dan apalagi pada gender perempuan, mereka akan meyakinkan diri bahwa badan mereka tidak gemuk atau terlalu kurus.
Sekarang mereka semua sudah menyadari bahwa ini bukan masalah gemuk, buncit yang dianggap sukses, bahagia atau mapan, melainkan tubuh ini dalam keadaan sehat apa tidak, dan itu hal yang terpenting.
Mengapa Perut Menjadi Buncit?
Saya pribadi segera introspeksi mengapa perut ini bisa terlihat agak membuncit yang seharusnya minimal rata dengan dada. Hal seperti itu sudah harus saya waspadai mengingat saya sering menjaga berat tubuh agar tetap ideal . Apalagi bila sampai menjadi buncit, pasti saya akan kesulitan untuk beraktivitas olahraga keras di lapangan tenis.
Ada beberapa faktor yang harus saya curigai sebagai penyebab perut saya menjadi sedikit buncit dan harus segera saya atasi sebelum terlambat.
Pertama, Rasanya beberapa pekan ini karena begitu banyak kesibukan kerja dan beberapa agenda lawatan kerja ke luar kota, aktivitas olahraga menjadi berkurang frekuensinya.
Kedua, Ada gaya hidup dalam pola makan yang berubah. Makan menjadi tidak teratur yang bukan karena rumah makannya, melainkan adanya rapat di hotel dan juga banyak agenda undangan resepsi pernikahan membuat pola makan serta porsinya berubah.
Ketiga, Pola makan saat tengah malam. Bagaimana tidak, dengan adanya kewajiban mencari sertifikat dalam Webinar sebagai guru untuk mengisi Platform Merdeka Mengajar (PMM), mau tidak mau, saya harus begadang sampai larut malam dan perut mudah menjadi lapar.
Keempat, Perasaan stress yang muncul karena banyak tugas sebagai guru disamping mengajar yang juga sekaligus mendidik anak bangsa agar berkarakter justru bisa memicu hormon kortisol dan bisa mengganggu metabolisme tubuh saya. Hal itu bisa membahayakan jantung serta memicu penyakit diabetes bila lengah.
Kelima, juga harus diwaspadai bahwa perut buncit bisa jadi karena adanya berbagai penyakit dalam tubuh kita. Jadi, sebaiknya sering-seringlah untuk melakukan general check up kesehatan demi memastikan dan mengantisipasi pencegahan penyakit sejak dini bila ternyata ada.
Keenam, ada juga memang faktor genetika bawaan dari kedua orang tua kita yang menjadi penyebab obesitas atau perut buncit.
Solusinya bagaimana?
Kita harus bagaimana lagi? Hal yang termudah adalah disiplin ketat dalam mengatur pola makan atau diet yang seimbang. Utamanya lebih banyak mengkonsumsi sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan banyak minum air mineral.
Baca Juga : Mungkinkah Post Power Syndrome Menerpa Guru yang Menjelang Pensiun?
Disamping itu, selalu tetap rajin berolahraga secara teratur dan beristirahat atau tidur yang cukup minimal 6 sampai dengan 8 jam dalam satu hari. Sekali lagi, hindari anggapan bahwa perut gendut dan perut buncit itu adalah simbol kemapanan atau kesuksesan diri.
Terakhir, di usia yang menjelang 60 tahun ini juga harus disadari bahwa semua hormon dalam tubuh mulai berkurang, proses pencernaan dalam metabolisme juga mulai melambat dan akan menjadi lebih parah bila kita malas bergerak (mager).Â
Bagaimana dengan Anda yang masih berusia muda? Masihkah ingin memiliki perut buncit?
Artikel ditulis untuk Kompasiana.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI