buta sejarah pastinya
bila tidak, kenapa harus begini?
seperti ini?
larut terseret alun gelombang kepanikan, kegaduhan
seperti bulir padi di atas nyiru diputar-putarÂ
karena isu yang disahkan dalam pembenaran
oleh kekuasaan tak berikat tali pada kedaulatan Tuhan
lepas abai dan mempetontonkan keakuanÂ
ketimbang kerendahan hati sebagai ciptaan
bayangan kematian pun digaung-gemakan
oleh para juru medis yang disambung diteruskan
corong-corong pewarta yang sudah hilang prinsip
sebagai pengemban amanah penyampai
dalam koridor tak berkecenderungan keberkepihakan
pada sebuah kemapanan kekuasaan
dan takut kehilangan bagian keuntunganÂ
sang awam kebanyakan pun dalam kebingungan
hidup menuai serba kerugian
kepada siapakah mereka harus mengadu?Â
kepada siapakah mereka mencari perlindungan?
ketika melingdungi segenap bangsa hanya sebagai nyanyian?Â
ketika melindungi segenap bangsa tak lagi bisa diharapkan?
sementara, sang agen perubahan pun semakin bertengger
hidup nyaman di atas menara gading
tak berkutik berdiri sebagai pengawalÂ
dan larut pula berandil kepanikan
laju merayu menyuguhkan pembodohanÂ
pandemi hanyalah sebuah kata tungganganÂ
dalam mendapatkan dan mempertahankan kekuasaanÂ
karena manakala kekuasaan telah tergenggam di tanganÂ
jangan sekali-kali berpikir bagaimana cara utuk melepaskan
namun berpikirlah, bagaimana cara untuk mempertahankanÂ
dengan segala upaya dan cara ...
ketka kedaulan manusia  telah pongah dalam lena
memperkosa alam semestaÂ
dan telah merendahkan kedaulatan TuhanÂ
tunggu saja kebinasaanya ... Â
*****
Kota Malang, Januari Kelabu Mengharu Biru, 2022.Â
Artikel kami yang lain :Â
https://www.kompasiana.com/dyahsaskent/61e860f906310e1b5a1d6392/ketika-sang-penyair-berseru