Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Resonansi Pandemi

23 Januari 2022   23:38 Diperbarui: 25 Januari 2022   03:39 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

buta sejarah pastinya

bila tidak, kenapa harus begini?

seperti ini?

larut terseret alun gelombang kepanikan, kegaduhan

seperti bulir padi di atas nyiru diputar-putar 

karena isu yang disahkan dalam pembenaran

oleh kekuasaan tak berikat tali pada kedaulatan Tuhan

lepas abai dan mempetontonkan keakuan 

ketimbang kerendahan hati sebagai ciptaan

bayangan kematian pun digaung-gemakan

oleh para juru medis yang disambung diteruskan

corong-corong pewarta yang sudah hilang prinsip

sebagai pengemban amanah penyampai

dalam koridor tak berkecenderungan keberkepihakan

pada sebuah kemapanan kekuasaan

dan takut kehilangan bagian keuntungan 

sang awam kebanyakan pun dalam kebingungan

hidup menuai serba kerugian

kepada siapakah mereka harus mengadu? 

kepada siapakah mereka mencari perlindungan?

ketika melingdungi segenap bangsa hanya sebagai nyanyian? 

ketika melindungi segenap bangsa tak lagi bisa diharapkan?

sementara, sang agen perubahan pun semakin bertengger

hidup nyaman di atas menara gading

tak berkutik berdiri sebagai pengawal 

dan larut pula berandil kepanikan

laju merayu menyuguhkan pembodohan 

pandemi hanyalah sebuah kata tunggangan 

dalam mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan 

karena manakala kekuasaan telah tergenggam di tangan 

jangan sekali-kali berpikir bagaimana cara utuk melepaskan

namun berpikirlah, bagaimana cara untuk mempertahankan 

dengan segala upaya dan cara ...

ketka kedaulan manusia  telah pongah dalam lena

memperkosa alam semesta 

dan telah merendahkan kedaulatan Tuhan 

tunggu saja kebinasaanya ...  

*****

Kota Malang, Januari Kelabu Mengharu Biru, 2022. 

Artikel kami yang lain : 

https://www.kompasiana.com/dyahsaskent/61e860f906310e1b5a1d6392/ketika-sang-penyair-berseru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun